MAKALAH
ETIKA POLITIK ISLAM DALAM ASPEK
LINGKUNGAN HIDUP
Dosen Pengampu: Dr. M. Sidi
Ritaudin, MA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 10
DANI ANDRIYANTO (1531040098)
ERWIN
SAPUTRA (1531040095)
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdullilah dengan mengucapkan Pujisyukur kehadirat Allah Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA, sehingga makalah yang berjudul “Etika Politik Islam
dalam Aspek Lingkungan Hidup” ini dapat tersusun hingga selesai dengan baik dan
lancar. Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun
pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan, memahami dan mempelajari
tentang etika politik islam dalam aspek lingkungan hidup, Untuk ke depannya
dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik
lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung, 4 Oktober 2017
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR............................................................................................................... I
DAFTAR ISI............................................................................................................................. II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................................................ 2
C. Tujuan Masalah.................................................................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Etika.................................................................................................................. 3
B. Esensi Etika
Islam: Amar Ma’ruf Nahi Munkar.................................................................. 4
C. Etika Politik
Islam............................................................................................................... 5
D. Etika
Lingkungan................................................................................................................ 5
E. Kondisi
Lingkungan Hidup................................................................................................. 7
F. Tanggungjawab
Pemerintah................................................................................................. 8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................................................... 11
B. Saran................................................................................................................................... 11
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada umumnya manusia bergantung pada keadaan lingkungan disekitarnya yaitu
berupa sumber daya alam yang dapat menunjang kehidupan sehari-hari.Sumber daya
alam yang utama bagi manusia adalah tanah, air, dan udara. Tanah merupakan
tempat manusia untuk melakukan berbagai kegiatan.Air sangat diperlukan oleh
manusia sebagai komponen terbesar dari tubuh manusia.Untuk menjaga
keseimbangan, air sangat dibutuhkan dengan jumlah yang cukup banyak dan
memiliki kualitas yang baik.Selain itu, udara merupakan sumber oksigen yang
alami bagi pernafasan manusia. Lingkungan yang sehat akan terwujud apabila
manusia dan lingkungannya dalam kondisi yang baik.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat
langsung dari pengelolaan lingkungan hidup yang “nir-etik”.Artinya, manusia
melakukan pengelolaan sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran
etika.Dengan demikian dapat dikatakan bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat
manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral.Umat manusia kurang peduli
pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang seharusnya dengan
norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern menghadapi alam
hampir tanpa menggunakan ‘hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi
dan dicemari tanpa merasa bersalah.Akibatnya terjadi penurunan secara drastis
kualitas sumber daya alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi,
yang diikuti pula penurunan kualitas alam. Pencemaran dan kerusakan alam
pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang mempengaruhi kehidupan sehari-hari
manusia.
Perhatian yang serius itu semakin
diperlukan terlebih dalam beberapa kasus pembangunan, terutama di negara-negara
berkembang termasuk Indnesia, cenderung bermetamorfosa menjadi “the development
thet seek the economic profit for the present without compromising the right of
the people to get the good and clean environment” atau pembangunan yang
mengejar keuntungan ekonomis tanpa memperhitungkan akibat atau dampak yang
dapat merusak dan merampas hak masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang
lebih baik dan bersih.
B. Rumusan Masalah
Ø
Apa pengertian etika politik Islam?
Ø
Bagaimana etika politik Islam dalam aspek lingkungan hidup?
C. Tujuan Masalah
Ø
Untuk mengetahui pengertian dari etika politik Islam.
Ø
Untuk mengetahui bagaimana etika politik Islam dalam aspek lingkungan hidup.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika
Ø Secara
Etimologi
Sebagian besar para ilmuan etika,
khususnya di kalangan muslim, secara taken
for granted, memandang bahwasannya etika itu sinonim dengan moral dan
akhlak.sebagaimana penegertian yang diberikan oleh Rachmat Djatnika., bahwa
secara etimologis, akhlak berasal dari bahasa Arab, yaitu isim masdar dari kata
akhlaqa-yukhlaqa-yukhilaqan, sesuai
dengan wazn (af’ala-yuf’ilu-if alan
yang berarti perangai, tabiat, watak dasar, kebiasaan, sopan santun. Etika
berasal dari bahasa Latin “Ethica”. Etos dalam bahasa Yunani yang berarti
norma-norma, kaidah-kaidah, ukuran-ukuran, bagi tingkah laku yang baik atau
kebiasaan, begitu pula moral, berasal dari bahasaLatin mores, juga berarti kebiasaan.
Dalam al-Qur’an, kata akhlak,
disebut dua kali, dan kedua-duanya dalam bentuk mufrad, yaitu “khuluk”
sebagaimana difirmankan pada surat asy-syu’ara/26:
137 dan al-Qalam/68: 4, berikut ini:
(Q.S asy-Syu’ara/26 : 137), artinya “(agama kami) ini tidak lain hanyalah adat
kebiasaan orang dahulu”. (Q.S al-Qalam/64
: 4).
Adapun dalam as-Sunnah, maka kata akhlak disebutkan beberapa kali, dan hampir
semua kitab-kitab hadis menyebutkannya, baik dalam bentuk jamak (plural) maupun dalam bentuk mufrad (singula), diantaranya ialah berikut ini:
“sungguh,
yang paling baik di antara kamun ialah orang yang paling baik akhlaknya”.
(H.R. Bukhari).
Ø Secara
terminologi
Etika dalam bahasa Yunani Kuno: “ethikos”, berarti “timbul dari
kebiasaan” adalah sebuah sesuatu dimana dan bagaimana cabang utama filsafat
yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar,
salah, baik, buruk, dan tanggung jawab.
Menurut Nurcholish Madjid, tidak
ada kebenenaran adagium di atas yang lebih demostratif dari pada apa yang dapat
disaksikan di zaman modern ini. Jika pengertian akhalak yang amat luas dibatasi
hanya kepada pengertian etika politik, maka sudah merupakan pendapat para pakar
ilmu-ilmu sosial, bahwa bangsa yang kuat (dan maju) adalah bangsa yang etikanya
tegar, tidak lemah. Bagaimana etika politik yang tegar itu? Agaknya yang
dimaksudkan adalah sejauh mana sebagai public
figure dapat menjadi “suri tauladan” bagi masyarakat.
B.
Esensi
Etika Islam : Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Setelah memperhatikan kondisi sosial
kemsyarakatan yang cukup memprihatinkan, bahwa dengan adanya kritik etika
politik, baik yang ditunjukan pada kaum elite penguasa, atau konglomerat yang
tidak peduli terhadap kaum dhu’afa,
lemah karena kualitas iman, kualitas kerja, kualitas kerja dan kualitas sosial
ekonomi mereka memang lemah, sebagaimana tergambar pada uraian di atas. Kalau
di tarik benang merah, bahwa informasi al-Qura’an itu relevan bagi setiap
situasi dan kondisi dimana pun dan kapan pun, dan ia rahmatan lil’alamin, maka adalah logis dan bisa di kaitkan dengan
situasi dan kondisi kontemporer kini dan di sini (Indonesia).
Dengan demikian, maka merupakan
konsekuensi logis pula bila ketetapan syariat Islam yang menjadikan amar ma’ruf nahi munkar sebagai
kewajiban agama atas kaum Muslim seluruhnya, persis dengan kewajiban agama atas
kaum gama lainnya. Pemahaman dari ayat 104 dan ayat 110 dari surat Ali ‘Imran adalah menyuruh yang ma’ruf
dan mencegah yang munkar, menurut Ibnu Taimiyah, kewajiban agama di sini
meruapakan “wajib kifayah”, Allah SWT berfirman:
“hendaklah
di antara kamu segolongan yang mengajak kepada kebaikan, menyuruh berbuat baik
dan mencegah (melarang) dari perbuatan yang munkar (perbuatan keji/maksiat)
merekalah orang-orang yang beruntung”.
(Q.S Ali ‘Imran/3: 104).
Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar bukan
merupakan kewajiban umat secara keseluruhan (fardlu ‘ain), tetapi wajib kifa-yah. Akan tetapi konsekuensinya,
jika tidak ada yang melakukan, maka semua akan mendapat siksa karena dianggap
menentang syari’at Allah. Orang yang menentang syari’at ini, berhak atas azab
dan siksa Allah, sedangkan orang yang bersikap pasif dan aktif, akan memikul
akibat yang sangat buruk.
Etika Politik Islam versi Nabi SAW.,
adalah diri sendiri harus menjadi contoh, dalam jiwanya senantiasa berkembang
pertanyaan-pertanyaan yang ditunjukan kepada dirinya seputar tanggung jawab
pribadinya. Dalam konteks keteladanan inilah al-Qur’an berbicara, sebagaimana
Firman Allah berikut ini:
“sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia selalu
mengingat Allah”. (Q.S. al-Ahzab/33 : 21).
Di antara karakter orang yang etis
adalah tahu diri, orang yang tidak tahu diri, cepat bukan memberi contoh di
dalam berbuat kebaikan. Ini lah yang doisebut dengan suri teladan. Sistem
inilah ynag harus ditumbuh kembnagkan. Sebab ornag yang bisa menjadi contoh
teladan, di atau lambat akan celaka, sebagai mana ditengarai oleh para ahli
hikmah.
“celakalah
orang yang tidak tahu diri”
tentang kategori karakter manusia ini, Imam
Al-Ghozali mengatakan:
“manusia
itu ada empat macam: (1) orang yang tahu dan dia sadar bahwa dirinya tahu.
Dialah orang yang berilmu. Hendaklah anda mengikutinya. (2) orang yang tahu
tetapi dia tidak sadar bahwa dirinya tahu. Dialah orang yang lupa. Hendaklah
anda mengingatkannya. (3) orang yang tidak tahu dan dia sadar bahwa dirinya
tidak tahu. Dialah orang yang butuh orang yang tidak tahu tetapi dia sadar
bahwa dia tidak tahu. Dialah orang bodoh. Hendaklah anda memberinya peringatan.
C.
Etika
Politik Islam
Sebagai sistem ajaran agama yang
terbuka, islam selalu menekankan fungsi kritisnya dalam memisahkan sisi
kritisnya dalam memisahkan sisi positif dan sisi negatif dari berbagai watak ideologi. Beberapa
prinsip etika politik dalam ajaran Islam yaitu meliputi:
1. Kekuasaan
sebagai amanah
2. Musyawarah
3. Keadilan
sosial
4. Persamaan
5. Pengakuan
dan perlindungan terhadap HAM
6. Peradilan
bebas
7. Perdamaian
dan keselamatan
8. Prinsip
kesejahteraan
9. Prisnip
ketaatan rakyat
D.
Etika
lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya
kesadaran menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta pentaan tata ruang
secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Etika sebagai ajaran-ajaran moral
yang menunjukan sikap dan prilaku yang baik dan buruk merupakan ajaran yang
bersifat konstan sehingga persoalan sesungguhnya adalah bagaimana menanamkan
etika, mengontektualisasikan dan mengaktualisasikan, dalam realitas kehidupan
bernegara. Untuk itu, memperkuat etika berbangsa dapat dilakukan melalui
pendidikan ajaran nilai dan moral yang menjadi sumber etika serta
aktualisasinya dalam kehidupan bernegara. Didalam ketetapan Nomor VI/MPR/2001
ditentukan pula arah kebijakan untuk memperkuat etika bernegara:
1) Mengaktualisasikan
nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga,
masyarakat, bangsa dan negara melalui pendidikan formal, informal dan non
formal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin
bangsa dan pemimpin masyarakat.
2) Mengarahkan
orientasi pendidikan yang mengutamakan aspek pengenalan menjadi pendidikan yang
bersifat terpadu dengan menekankan ajaran etika yang bersumber dari ajaran
agama dan budaya luhur bangsa serta pendidikan watak dan budi pekerti yang
menekankan keseimbangan antara kecerdasan intelektual, kematangan emosional dan
spritual, serta amal kebajikan.
3) Mengupayakan
agar setiap program pembangunan dan keseluruhan aktifitas kehidupan berbangsa
dijiwai oleh nilai-nilai etika dan akhlak mulia, baik pada tahap perencanaan,
pelaksaan maupun evaluasi.
Atas
dasar itu semua, harus ada upaya untuk membebaskan bangsa dari situasi dan
lilitan bahaya ini. Untuk menyelamatkan negara dan bangsa dari kehancuran
akibat perilaku minim etika, sebaiknya kita harus segera mengembalikan etika
dan moral keadilan publik kedalam setiap bidang kehidupan kita.
Semua
cara tentu harus ditempu untuk memperkuat etika bernegara. Namun, terdapat dua
hal penting yang harus diperhatikan. Pertama,
pendidikan etika merupakan pendidikan karakter yang berbeda dengan pendidikan
sebagai transfer pengetahuan dalam proses pendidikan karakter ini peran
keteladan jauh lebih besar dibanding dengan proses verbal. Kedua, persoalan etika bernegara tidak dapat diselesaikan hanya
oleh negera dan para aparatnya. Negara dalam geraknya diwakili oleh aparat yang
juga merupakan anggota masyarakat. Dengan sendirinya perubahan etika bernegara
yang terjadi dikalangan aparat mencerminkan perubahan yang terjadi dimasyarakat.
Sebaliknya, aparat dan pemimpin adalah model bagi anggota masyarakat.
E.
Kondisi Lingkungan Hidup
Perkembangan
pembangunan, teknologi, industrialisasi dan pertumbuhan penduduk yang semakin
pesat tak pelak lagi semakin memperbesar resiko kerusakan lingkungan.
Karenanya, upaya pelestarian dan perlindungan seyogyanya juga harus
dikembangkan sedemikian rupa sehingga tetap mampu mewadahi dan mengakomodir
kebutuhan akan lingkungan hidup yang sehat. Kecenderungan pembangunan dibawah
globalisasi untuk menjadi “the development that meet the needs of the
present without compromising the ability of future generation to meet their own
need” atau pembangunan yang tidak berkelanjutan, tampaknya harus segera
mendapatkan perhatian serius tidak hanya dari pakar dan pemerhati lingkungan
belaka, tetapi juga harus melibatkan masyarakat secara aktif dalam proses
monitoring dan control terhadap pelestarian lingkungan.
Perhatian yang
serius itu semakin diperlukan terlebih dalam beberapa kasus pembangunan,
terutama di negara-negara berkembang termasuk Indnesia, cenderung
bermetamorfosa menjadi “the development thet seek the economic profit for
the present without compromising the right of the people to get the good and
clean environment” atau pembangunan yang mengejar keuntungan ekonomis tanpa
memperhitungkan akibat atau dampak yang dapat merusak dan merampas hak
masyarakat untuk mendapatkan lingkungan yang lebih baik dan bersih.
Hal tersebut
menjadi suatu ironi ketika peningkatan dan perluasan sektor industri tidak
dibarengi dengan kepedulian terhadap lingkungan sekitar area industri yang
menyebabkan kualitas lingkungan di area tersebut menjadi membruruk. Banyak
Industri-industri yang dibangun oleh pemerintah kita untuk menyokong
perekonomian Indonesia, namun dalam pembangunannya pemerintah dan pihak
pengembang tidak memperhatikan lingkungan tempat dimana industri tersebut dibangun,
sehingga banyak sekali lingkungan-lingkungan sekitar proyek perindustrian
tersebut menjadi rusak parah, ini akibat tidak bertanggung jawabnya pemerintah
dalam memperhatikan kelestarian lingkungan.
Berikut ini
merupakan masalah lingkungan yang terjadi di areal perindustrian:
1)
Udara disekitar industri menjadi sangat buruk, dikarenakan gas buang berupa
asap membumbung tinggi di udara bebas.
2)
Daerah sekitar industri menjdi panas, ini akibat adanya peningkatan suhu
yang ekstrim yang dihasilkan oleh gas-gas buang industri tersebut.
3)
Tercemarnya sumber-sumber mata air sekitar industri, akibat pembuangan
limbah ke sumber-sumber mata air tersebut.
4)
Industri juga dapat mempengaruhi peningkatan pemanasan global (global
warming), yang saat ini sedang dilakukan pencegahan agar tidak lebih meluas.
5)
Pembangunan industri dapat menyebabkan banjir karena kurangnya daerah
resapan air, daerah-daerah hijau atau resapan air sudah berubah fungsi menjadi
daerah perindustrian.
6)
Polusi suara yang dihasilkan oleh deru-deru mesin produksi yang tak
henti-henti, Polusi suara dapat membisingkan telinga warga yang tinggal
disekitar areal perindustrian.
Industri
pertambangan dianggap sebagai industri yang paling sering membuat kerusakan
lingkungan. Contohnya, seperti Tambang Freeport di Papua ataupun perusahaan
tambang dibangun di sebuah pulau kecil. Selain mengganggu daerah resapaan air,
proses penambangan perusahaan itu menyumbang limbah (tailing) B3 (bahan beracun
dan berbahaya) bagi lingkungan sekitarnya. Kegiatan penambangan emas dapat memicu
terjadinya krisis air. Hal ini dikarenakan adanya proses ekstraksi dalam
penambangan emas. Agar mendapatkan satu gram emas dibutuhkan 100 liter air
untuk proses ekstraksi.
Oleh karena begitu banyaknya dampak
negatif bagi lingkungan akibat industri yang tidak ramah terhadap lingkungan,
pemerintah sebaiknya segera melakukan tindakan tegas pada perusahaan-perusahaan
yang kegiatan perindustriannya tidak berbasis lingkungan. Seharusnya
dalam mengeksploitasi sumber daya alam yang dilakukan oleh perusahaan
ekstraktif tidak hanya berorientasi pada prinsip ekonomi semata, tetapi juga
harus memperhatikan kelestarian lingkungan.
F.
Tanggungjawab Pemerintah
Pemerintah
sebagai lembaga tertinggi dalam suatu Negara berwenang untuk mengatur ataupun
mengendalikan apa saja yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di
Indonesia, dan dalam Undang-undang Dasar 1945 Amandemen I-IV dalam pasal 33
yang mengatur tentang sumber-sumber Negara yang menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh Negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran
rakyat. Dan untuk mengimplementasikan hal tersebut maka pemerintah melakukan
hal-hal sebagai berikut :
1)
Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam rangka pengelolaan
lingkungan hidup.
2)
Mengatur penyediaan, peruntukan, penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup
dan pememfaatan kembali sumber daya alam, termasuk sumber genetika.
3)
Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum antara orang lain dan/atau
subyek hukum lainya serta pembuatan hukum terhadap sumber daya alam dan sumber
daya buatan, termasuk sumber daya genetikamengendalikan kegiatan yang mempunyai
dampak social.
4)
Mengembangkan pendanaan bagi upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup
sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup secara nasional pemerintah
bahkan mempunyai tanggungjawab yang dituangkan dalam undang-undang nomor 32
tahun 2009 yang antara lain :
Pasal 14
1)
Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan,
membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya kesehatan yang merata dan
terjangkau oleh masyarakat.
2) Tanggung jawab Pemerintah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikhususkan pada pelayanan publik.
Pasal 15
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan lingkungan, tatanan,
fasilitas kesehatan baik fisik maupun sosial bagi masyarakat untuk mencapai
derajat kesehatan yang setinggitingginya.
Pasal 16
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan
yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan
yang setinggi-tingginya.
Pasal 17
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi,
edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Pasal 18
Pemerintah bertanggung jawab memberdayakan dan mendorong peran aktif
masyarakat dalam segala bentuk upaya kesehatan.
Pasal 19
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan segala bentuk upaya
kesehatan yang bermutu, aman, efisien, dan terjangkau.
Pasal 20
1)
Pemerintah bertanggung jawab atas pelaksanaan jaminan kesehatan masyarakat
melalui sistem jaminan social nasional bagi upaya kesehatan perorangan.
2)
Pelaksanaan sistem jaminan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
G. Tata Ruang Sebagai Pembangunan Berkelanjutan
Pertumbuhan ekonomi menyebabkan
kebutuhan untuk mengembangkan lahan secara intensif. Selain itu, kegiatan
implementasi rencana tata ruang melalui promosi pembangunan perlu dilakukan
dalam rangka mencegah pembangunan yang tidak diinginkan dan mendorong
terjadinya pembangunan (Cadman dan Crowe, 1991). Hal ini diikuti dengan
ketertarikan para developer (termasuk pemerintah), untuk ikut serta
berpartisipasi dalam pembangunan, penyiapan proposal rencana, kemungkinan
perubahan pada lahan milik, penyediaan dana, persiapan fisik dan konstruksi
kerja.
Dalam membahas rencana spasial dan
rencana pembangunan daerah secara sekaligus, maka akan tidak terlepas juga dari
aspek keuangan. Saat ini, tantangan yang harus dihadapi adalah bagaimana
memanfaatkan rencana tata ruang sebagai media manajemen pembangunan daerah.
Dalam hal ini, rencana tata ruang dihadapkan tidak hanya pada masalah bagaimana
mengimplementasikannya dalam konteks pembangunan, tetapi juga rencana tersebut
dapat digunakan sebagai suatu alat yang dapat memperkirakan besarnya investasi
yang diperlukan dan berapa pendapatan (revenue) yang dapat dihasilkan. Oleh
karena itu, pembangunan akan memerlukan peran berbagai aktor tersebut agar
ruang dapat dimanfaatkan secara optimal sesuai dengan rencana tata ruang dalam
rangka peningkatan pendapatan daerah dan tercapainya tujuan pembangunan.
Suatu rencana tata ruang akan
dimanfaatkan untuk diwujudkan apabila dalam perencanaannya sesuai dan tidak
bertentangan dengan kehendak seluruh pemanfaatnya, serta karakteristik dan
kondisi wilayah perencanaannya, sehingga dapat digunakan sebagai acuan dalam
pemanfaatan ruang bagi para pemanfaatnya. Dilengkapi dengan kesadaran
pertimbangan pembiayaan dan waktu, maka dengan kata lain suatu rencana tata
ruang harus disusun dalam suatu wawasan yang lengkap dan terpadu serta
operasional, yang tentu saja tingkat operasionalnya disesuaikan dengan tingkat
hirarki dan fungsi dari rencana tata ruang tersebut.
Rencana tata ruang dapat menjadi dasar dalam:
Rencana tata ruang dapat menjadi dasar dalam:
Ø Penyusunan
Propeda
Ø Penentuan
lokasi pembangunan tiap sektor
Ø Penyusunan
anggaran daerah dan sektor
Ø Pengaturan
dan pengendalian pembangunan melalui mekanisme perijinan dan penertiban
penggunaan lahan.
Berdasarkan
hal tersebut, jelaslah bahwa rencana tata ruang tidak hanya digunakan dalam
mekanisme penerbitan ijin saja, tetapi juga sebagai dasar dalam penyusunan
dokumen perencanaan pembangunan jangka menengah dan jangka pendek serta
penyusunan anggaran daerah. Yang perlu ditekankan di sini adalah bahwa setiap
kegiatan, baik fisik maupun non-fisik, pasti akan memerlukan ruang agar
kegiatan tersebut berlangsung.
H.
Solusi Agar Freeport Tidak Menjadi Masalah
Kegaduhan politik yang akhir-akhir ini
terjadi terkait perpanjangan kontrak karya PT.Freeport Indonesia tak bisa
dilepaskan dari persoalan utama yang menjadi awal mula carut marut payung hukum
mengenai kontrak karya FT.Freeport Indonesia. Diketahui bahwa saat ini
pemerintah sudah menerbitkan beberapa payung hukum terbaru terkait
pertambangan, diantaranya, UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara serta PP
No 77/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Selain itu, PT.Freeport Indonesia juga
berpedapat bahwa kontrak karya Freeport tetap berlaku hingga 2021. Opsi lainnya
kontrak karya tersebut harus diperpanjang meski hanya dalam bentuk izin. Atas
dasar itulah pemerintah Indonesia menilai Freeport tidak memiliki itikad baik
perihal ketaatan Freeport terhadap perjanjian kontrak karya yang baru akan
berakhir pada 2021 mendatang.
Yang jadi permasalahannya saat ini
adalah ketidakpahaman pemerintah terkait payung hukum awal kontrak karya
Freeport yang menjadi awal mula Freeport menambang di Papua. Dasar hukum
kontrak karya Freeport adalah UU No 11/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok
Pertambangan bukan UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, dan dengan
demikian maka Freeport merasa tidak memiliki kewajiban untuk tunduk terhadap UU
No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara, oleh karenanya perlu dilakukan revisi
terhadap UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara yakni dengan menarik norma
hukum yang terkandung dalam UU No 11/1967 tentang ketentuan-ketentuan pokok
Pertambangan untuk disesuaikan dengan UU No 4/2009 tentang Mineral dan
Batubara.
Lalu kemudian didalam pasal 2 ayat 31
kontrak karya Freeport, Mengizinkan Freeport mengajukan perpanjangan kontrak
2x10 tahun kapan saja, dan pemerintah tidak boleh mencari alasan untuk menolak
norma hukum tersebut. dan hal tersebut sesungguhnya bertentangan dengan PP No
77/2015 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara,
yang mensyaratkan perpanjangan kontrak karya Freeport bisa dilakukan minimal 2
tahun sebelum masa kontrak karya tersebut berakhir. Tentu inilah yang menjadi
dasar permasalahan kontrak karya Freeport jika ingin dilihat dari aspek
hukumnya. Kontrak karya Freeport adalah bersifat lex specialis, dengan sifat
tersebut apabila Freeport membawa masalah kontrak karya ini ke Mahkamah
Arbitrase Internasional, Maka yang menjadi rujukannya adalah UU No 11/1967
bukan UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara.
Kurang cermatnya pemerintah dalam
memahami dasar hukum perpanjangan kontrak karya Freeport mengakibatkan
kegaduhan politik kini terus terjadi. Sudah jelas dari penjelasan diatas, bahwa
Freeport menjadikan dasar hukumnya adalah kontrak karya yang bersifat Lex
Specialis, Sementara pemerintah tetap mengacu pada PP No 77/2015 tentang Pelaksanaan
Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, sebagai dasar hukumnya, Tentu
acuan pemerintah ini sangat bertentangan dengan norma hukum yang terkandung
dalam norma hukum kontrak karya Freeport yang sudah diterbitkan sejak 1967
silam.
Namun disisi lain, Pemerintah dan
Freeport bersama-sama menerapkan standar ganda dalam hal ekspor konsentrat,
pemerintah mengizinkan ekspor konsentrat jelas bertentangan dengan UU No 4/2009
tentang Mineral dan Batubara, Namun disisi lain tidak melakukan negoisasi terhadap
kontrak karya Freport dengan alasan tidak sesuai dengan UU No 4/2009
tentang Mineral dan Batubara. Negoisasi kontrak karya Freeport adalah suatu
keniscayaan yang harus dilakukan oleh pemerintah Indonesia, Tujuan dari
negoisasi ini adalah untuk merevisi terhadap kontrak karya Freeport agar
mengikuti kaidah atau norma-norma hukum dalam UU No 4/2009 tentang Mineral dan
Batubara.
Apabila kontrak karya Freeport sudah
mengikuti kaidah atau norma hukum dalam UU No 4/2009 tentang Mineral dan
Batubara, Maka langkah kedua untuk memuluskan proses negoisasi adalah
mewajibkan Freeport tunduk terhadap UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara
serta PP No 77/2014. Maka kewajiban membangun smelter akan terwujud, divestasi
saham akan berjalan mulus, peningkatan royalti akan terwujud.
Tentu dengan disetujuinya kaidah atau
norma hukum tersebut oleh Freeport, sebagai negara wajar kalau kita memberikan
kepastian hukum terkait kelanjutan operasional Freeport di Papua. Lain halnya
jika Freeport tetap tidak mau tunduk , walaupun norma hukum dalam UU no 11/1967
terhadap UU No 4/2009 tentang Mineral dan Batubara serta PP No 77/2015
tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara sudah
disesuaikan, Maka tak ada kata lain , Selain mengucapkan ‘’Sayonara’’ dengan
Freeport yang tak mau tunduk terhadap aturan hukum yang berlaku di Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Jika mengingat kembali slogan yang pernah dibuat oleh
para penggagas lingkungan (1972-1981) yang berbunyi “hanya dalam lingkungan
hidup yang baik manusia dapat berkembang secara maksimal dan hanya dengan
manusia yang baik lingkungan hidup dapat berkembang kearah optimal”. Slogan ini
seharusnya bukanlah sebuah rangkaian kata indah tanpa makna, namun didalamnya
terkandung makna yang cukup memberikan pembelajaran pada manusia bahwa kondisi
lingkungan yang cukup parah saat ini merupakan refleksi dari ketidak harmonisan
interaksi antara manusia dengan lingkungan sekitarnya.Sudah cukup banyak
Konvensi Internasional tentang lingkungan hidup yang telah di ratifikasi negara
Indonesia menjadi Undang-Undang ataupun aturan setingkat lainnya untuk mengatur
kondisi lingkungan menjadi lebih baik. Namun, keadaan saat ini tidaklah lebih
baik dari beberapa waktu yang lalu. Bahkan, dibeberapa publikasi menyatakan
bahwa kondisi lingkungan di Indonesia saat ini sudah cukup mengkhawatirkan.
Mulai dari polusi udara, kebakaran hutan, illegal logging, gejala overfishing,
hingga pencemaran perairan pantai.
B. Saran
Dunia ini sudah cukup tua untuk menerima segala bentuk
pengrusakan yang dilakukan oleh manusia. Namun, sekali lagi kita harus mau
untuk merenung dan jujur bahwa kekuatan materi tidak akan pernah mampu
memulihkan kondisi lingkungan kepada keadaan semula yang lebih baik. Hal ini
seharusnya dapat melekat pada diri setiap pribadi dalam melakukan aktivitas
kesehariaannya
DAFTAR PUSTAKA
Ritaudin Sidi. 2015. Etika Politik Islam. Permatanet. Fakultas Ushuluddin IAIN Raden
Intan Lampung.
Daud Silalahi. 2001. Hukum Lingkungan dalam sistem penegakan
hukum lingkungan Indonesia. Alumni. Bandung.
Abdurrahman. 1990. Pengantar Hukum Lingkungan Indonesia. Citra Aditya Bakti. Bandung.
________________.
2001. Peraturan Per-UU-an Lingkungan
Hidup. Harvarindo, Jakarta.