MAKALAH
KRITERIA PEMIMPIN
(Hadits Siyasi)
Dosen Pengampu: Nadirsyah
Hawari MA
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
DANI
ANDRIYANTO (1531040098)
EKA
ZALIKA SALAMIAH (1531040062)
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdullilah dengan mengucapkan Pujisyukur kehadirat Allah Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA, sehingga makalah yang berjudul ‘Kriteria Pemimpin’’ ini
dapat tersusun hingga selesai dengan baik dan lancar.Tidak lupa kami juga
mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan, memahami dan mempelajari
tentang kriteria pemimpin, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun
menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami,
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami
sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung, 22 Oktober 2016
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR …………………………………………………………………...…... I
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………...….. II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang..................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................…... 1
C. Tujuan
Masalah………………………………………………………………………….... 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian pemimpin dan
Kepemimpinan............................................................... 3
B. Ciri-Ciri
Pemimpin...................................................................................................
4
C. Keutamaan Amanah Seorang
Pemimpin………………………………………...... 5
D. Larangan Memilih Pemimpin yang
Lemah ………………....…………………..... 6
BAB
III PENUTUP
A. Kesimpulan
……………………………………………………………………..... 11
B. Saran
…………………………………………………………………………....... 11
DAFTAR
PUSTAKA ……………………………………………………...….….... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pada zaman sekarang semakin ramai orang
berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya
sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip
ini, tidak lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah
(meski sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan baik formal
maupun informal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah
"aset", karena ia baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi
kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan
lainnya. Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota,
anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang.
Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh
masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut
mengejar jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana
kemampuannya, dan layakkah dirinya memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut.
Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang
hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan adalah
keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas.
Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan
yang dilihat dan dinilai banyak orang.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa Pengertian Dari Pemimpin Dan Kepemimpinan?
2. Apa Ciri-Ciri Seorang Pemimpin?
3. Bagaimana Keutamaan Seorang Pemimpin Yang Amanah?
4. Kenapa Kita Dilarang Memilih Pemimpin Yang Lemah?
C.
Tujuan
Masalah
1. Untuk mengetahui definisi pemimpin dan kepemimpinan
2. Untuk mengetahui ciri-ciri pemimpin
3. Untuk mengetahui pemimpin yang amanah
4. Untuk mengetahui larangan memilih pemimpin yang lemah
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Pemimpin dan Kepemimpinan
1.
Pengertian
Pemimpin
Dilihat dari sisi bahasa Indonesia
‘’pemimpin’’ sering di sebut penghulu, pemuka, pelopor, Pembina, panutan,
pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntut, raja tua-tua, dan
sebagainya. Sedangkan istilah pemimpin di gunakan dalam konteks hasil
penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya memengaruhi orang lain
dengan berbagai cara.
Istilah pemimin dan memimpin padamulanya
berasal dari kata dasar yang sama ‘’pimpin’’, dan berikut ini di kemukakan beberapa
pengertian pemimpin:
a) Pemimpin
adalah seorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan
memengaruhi pendirian atau pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.
b) Pemimpin
adalah suatu lakon/peran dalam system tertentu; karenanya seorang dalam peran
formal belum tentu memiliki keterampilan dalam kepemimpinan dan belum tentu
memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampila,
kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu,
kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan ‘’pemimpin’’
Selanjutnya
jika pemimpin dilihat dari sisi bahasa inggris menjadi ‘’LEADER’’, yang
mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota di sekitarnya. Sedangkan makna LEADED
adalah:
a) Loyality,
seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya dan
memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
b) Educate,
seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan tacit
knowledge pada rekan-rekannya
c) Advice,
memberikan sran dan nasihat dari permasalahan yang ada
d) Discipline,
memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakan kedisplinan dan setiap
aktifitasnya.[1]
2. Pengertian
Kepemimpinan
Apabila
berkumpul tiga orang atau lebih kemudian salah seorang di antara mereka
‘’mengajak’’ teman-temannya untuk melakukan sesuatu [Apakah:nonton sinetron,
film, bermain sepak bola, dan lain-lain]. Pada pengertian yang sederhana orang
tersebut telah melakukan ‘’kegiatan memimpin’’, karena ada unsur ‘’mengajak’’
dan mengoordinasi, ada teman dan ada kegiataannya dan ada sasarannya. Tetapi,
dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimunan ternyata bukan merupakan hal
yang mudah dan banyak definisi yang di kemukakan para ahli tentang kepemimpinan
yang twntu saja menurut sudut pandangnya masing-masing. Kepemimpinan adalah
suatu perilaku dengan tujuan tertntu untuk memengaruhi aktifitas para anggota
kelompok untuk memcapai tujuan bersama yang diranang untuk memberikan manfaat
individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan meruoakan
factor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan oleh organisasi.
Dengan demikian,
pengertian mengenai kepemimpinan di atas yang dikemukakan menurut sudut pandang
maing-masing, tergantung pada perspektif yang di gunakan. Kepemimpinan dapat
didefinisikam berdasarkan penerapannya pada bidang-bidang militer,
olahraga,bisnis, pendidikan, industry, da bidang-bodang lainnya
Dari pengertian
di atas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
1. Kepemimpinan
melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat
pemimpin dan anggotanya berinteraksi;
2. Didalam
kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses memengaruhi bawahan oleh
pemimpin; dan
3. Adanya
tujuan bersama yang harus dicapai.
Kebanyakan
definisi mengenai kepemimpinan di atas mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan
menyangkut sebuah proses pengaruh social yang dalam ini yang pengaruh sengaja
dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain unruk menstruktur
aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau
organisasi.[2]
Beberapa Istilah
Kepemimpinan Dalam Islam
Dalam islam kepemimpinan serinng di
kenal dengan perkataan khalifah yang bermakna ‘’wakil’’, simak firman Allah
Swt. Dalam Al-baqarah [2]:30:
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ
إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ
يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ
لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah
ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya aku menjadikan
seorang khalifah dimuka bumi. ‘’mereka berkata: ‘’mengapa engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpuhkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan
mensucikan engkau?’’ Tuhan berfirman: ‘’Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui.’’
Sebagaimana di kemukakan di atas.
Muastafa al-Maragh, mengatakan khalifah adalah wakil tuhan di muka bumi
[khalifah fil ardli]. Rasyid Ridla al-Manar, menyatakan khalifah asalah sosok
manusia yang di bekali kelebihan akal, pikiran dan pengetahuan untuk mengatur.
Istilah atau perkataan khalifah ini, mulai popular digunakan setelah Rasulullah
Saw. Wafat. Dalam istilah yang lain, Kepemimpinan juga terkandung dalam
pengertian ‘’Iman’’, yang berarti pemuka agama dan kepemimpinan spiritual yang
diteladani dan dilakasankan fatwanya. Ada juga istilah “amir”, pemimpin yang
memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur masyarakat. Dikenal pula
istilah “ulil amri” (jamaknya umar) yang disebutkan dalam firman Allah swt.
Dalam surah An-nisaa’ [4]:59:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا
اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ
تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ
تَأْوِيلًا
“hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil
amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah swt dan hari kemudian yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Yang bermakna
penguasa, pemerintah, ulama, cendekiawan, pemimpin atau tokoh masyarakat yang
menjadi tumpuan umat. Dikenal pula istilah wali yang sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah Swt. Dalam surah Al-Maidah [5]:55:
إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ
وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ
وَهُمْ رَاكِعُونَ
Sesungguhnya
penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mndirikan
shalat dan menunikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).
Dalam hadita
Nabi dikenal istilah ra’tin yang juga diartikan pengelolaan dan pemimpin.
Istilah-istilah tersebut, member pengertian bahwa kepemimpinan adalah kegiatan
menuntun, menandu dan menunjukan jalan menuju tujuan durudhai Allah.[3]
Istilah khalifah dan ‘’amir’’ dalam konteks
bahasa Indonesia disebut pemimpin yang selalu berkonotasi pemimpin formal.
Apabila kita, kita merujuk dan mncermati fiman Allah Swt. Dalam surah
Al-baqarah (2:30), sebagaimana dikmukakan di atas, dalam pengertian ini dapat
disimpulkan bahwa kepemimoinan islam secara mutlak bersumber dari Allah Swt.
Yang telah menjadikan manusia sebagai khalifah
fil ardli. Maka dalam kaitan in, dimensi control tidak terbatas pada
interaksi antara yang memmimpin [umara] dengan yang di pimpin [umat], tetapi
baik pemimpin maupun rakyat [umat] yang di pimpin harus sama-sama
mempertanggungjawbkan amanah yang diembannya sebagai seorang khalifah Allah,
secara komprehensif (Aunur Rahim, dkk., 2001).
Dakam sejrah kehidupan mnusia sangat banyak
pengalaman kepemimpinan yang dapat di pelajarinya. Dalam Hadis Nabi, ‘’setiap
kamu adalah pemimpin’’ dan terlihat dalam pengalaman sehari-hari manusia telah
melakukan unsure-unsur kepmimpinjan seperti ‘’memengaruhi, mengajak, memotivasi
dan mengoordinasi sesame mereka. Pengalaman itu perlu di analisis untuk
mendapatkan pelajaran yag berharga dn mewujudkan kepeimpinana yang efektif.
‘’untuk memahami kepemimpinan secara empiris, perlu dipahami terlebih dhulu
tinjauan segi terminologinya. Secara etimologi [asal kata] menurut kamus besar
bahasa Indonesia, berasal dari kata “pimpin” dengan mendapat awalan “me” yang
berarti menuntun, menunjukan jalan, dan membimbing. Perkataan lain yang
disamakan artinya yaitu mengetuai, mengepalai, memandu, dan melatih, dan dalam
bentuk kegiatan, maka sipelaku disebut “pemimpin”. Maka dengan kata lain,
pemimpin adalah orang yang memimpin, mengetuai, atau mengepalai. Kemudian
berkembang pula istilah “kepemimpinan” dengan tambahan awalan ke yang
menunjukan pada aspek kepemimpinan” [aunur Rahim, dk., 2001].[4]
B. Ciri-Ciri
Pemimpin
Mungkin kita sepakat, bahwa kita
berkeinginan mempunyai pemimpin yang didambaan, pemimpin yang dapat membawa
kita dalam sebuah kemajuan, keadalian, dan kesejahteraan. Betapa bangganya jika
kita juga merupakan bagian dari yang didambakan itu, menjadi seseorang yang
didambakan orang lain karena kepemimpinannya, selalu dinanti kehadirannya,
salalu didengar apa yang diucapkannya, selalu diturut apa perintahnya, karena
semua itu diyakini dan dirasakan akan membawa kepada sebuah perubahan, sebuah
kemajuan buat semua orang, tidak ada lagi pembeda dalam menentukan kemajuan,
tidak ada lagi pemisah dalam meningkatkan kesejahteraan, semua merasa diperhatikan
sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
Berbicara
hal tersebut, saya teringat sewaktu duduk di bangku SMP tahun 1983-1986,
namanya SMP Taman Siswa di bandung atau Taman Dewasa. Di ketamansiswaan ada
suatu hal yang saya ingat sampai sekarang dari pelajaran ketamansiswaan itu,
yaitu tentang Ki Hajar Dewantara; ing
ngarso sung tulodo, ing madyo mangun kurso, dan tut wuri handayani. Ing
ngarso sung tulodo, artinya didepan memberi contoh dan teladan. Ing
madyo karso, artinya; di tengah membangun karsa, gagasan, ide dan karya. Tut
wuri handayani, artinya; di belakang memberi dorongan/motivasi.
Dari
pengertian ajaran Ki Hajar Dewantara mempunyai nilai dan gaya kepemimpinan,
yaitu bahwa seseorang pemimpin yang didambakan seyogyanya selalu berusaha menempatkan
posisinya dalam tiga konteks yang berbeda:
1. Berani
tampil di depan dengan senantiasa memberikan contoh dan keteladanan.
2. Berada
di tengah anggotanya dengan membangun karya, karsa dan gagasan;
3. Jika
di belakang, selalu memberi petunjuk, sealu mendorong dan memotivasi.[5]
Didalam
Islam Seorang Pemimpin Haruslah Mempunyai Sifat:
1. Siddiq
artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan.
Nabi
saw. Sebagai utusan terpercaya Allah jelas tidak dapat lagi diragukan
kejujurannya, karena apa yang beliau sampaikan adalah petunjuk (wahyu) Allah
yang bertitik pada kebenaran yaitu ridho Allah. Sebagaimana difirmankan dalam
QS. An-Najm: 3-4
وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾
“dan tiadalah yang
diucapkan itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain
hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
2. Fathonah
artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional.
Seorang
pemimpin sebagai visioner haruslah orang yang berilmu berwawasan luas, cerdas,
kreatif dan memiliki pandangan jauh kedepan. Karena untuk mewujudkan
kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat dibutuhkan pemikiran besar dan inovatif
serta tindakan nyata. Kecerdasan (inteleligen) dalam hal ini mencakup segala
aspek kecerdasan, baik emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Kecerdasan
seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi eksistensi kepemimpinannya baik
dimata manusia maupun dimata sang pencipta. Hal ini sebagai janji Allah yang
tertuang dalam surat Al-Mujadalah ayat 11
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾
“....Niscaya Allah akan
meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi
ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
3. Amanah
artinya dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel.
Sebelum
diangkat menjadi Rasul, nabi Muhammad SAW bahkan telah diberi gelar Al-Amien
yang artinya orang yang dapat dipercaya. Hal ini tentunya karena beliau adalah
pribadi yang benar-benar dapat dipercaya dikalangan kaumnya. Seperti yang
dijelaskan oleh Eaton (2006:175). Pada tahun 605 dewan pemerintah Quraisy
memutuskan untuk merenovasi ka’bah, pada saat pemindahan hajar aswad terjadi
sengketa antara beberapa kaln (bani), ketidaksepakatan ini munculk karena
masing-masing mereka berebut untuk memperoleh kehormatan memindahkan hajar
aswad pada tempatnya. Diputuskan bahwa orang pertama yang amsuk lapangan (segi
empat ka’bah) lewat satu pintu tertentu hendaknya diminta bertindak sebagai
juru damai, dan orang yang pertama adalah muhammad. Ia mengatakan kepada
penduduk untuk menghamparkan sebuah jubah besar, menempatkan batu itu diatasnya
dan memanggil wakil tiap kaln untuk berasama-sama mengsngkatnya dalam posisi,
kemudian ia sendiri meletakan batu itu ketempatnya.
Allah
mengisyaratkan dengan tegas untuk mengangkat “pelayan masyarakat” yang kuat dan
dapat dipercaya dalam surat Al-Qashas ayat 26.
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ
اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ ﴿٢٦﴾
“salah seorang dari
kedua wanita itu berkata: “ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja
(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk
bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.
Amanah
merupakan kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat
amanah, pemimpin akan senantiasa menjga kepercayaan masyarakat yang telah dibebankan
sebagai amanah mulia diatas pundaknya. Kepercayaan masyarkat berupa penyerahan
segala macam urusan kepada pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk
kemaslahatan bersama.
4. Tabligh
artinya senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan
apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.
Kemampuan
berkomunikasi merupakan potensi dan kualitas prinsip yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin. Karena dalam kerjanya mengemban amanat memaslahatkan umat,
seorang pemimpin akan berhadapan dengan kecenderungan masyarakat yang
berbeda-beda. Oleh karena itu komunikasi yang sehat meupakan kunci terjalinnya
hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.
Allah
berfirman dalam surah Al-Anfal ayat 24;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ
إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ
الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴿٢٤﴾
“hai orang-orang yang
beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada
sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu
akan dikumpulkan”.
Salah
satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan
kebenaran meskipun konsekuensinya berat. Dalam sitilah Arab dikenal ungkapan, “kul
al-haq walau kaana murran”. Katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun
pahit rasanya.[6]
C. Keutamaan
Amanah Seorang Pemimpin
Peranan
kepemimpinan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan keharusan yang mesti
diadakan. Tidak ada satu kehidupan masyarakat berjalan dengan baik tanpa adanya
pemimpin yang mengatur, membimbing dan memelihara kepentingan masyarkat. Oleh
karena itu islam telah mewajibkan bagi setiap pemeluknya untuk mengangkat
seseorang pemimpin dalam kelompok manusia untuk mengatur kepentingan mereka.
Didalam Hadits yang diriwayatkn oleh abu dawud, nabi saw., bersabda: “apabila
berangkat tiga oang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang
di antara mereka menjadi kepala rombongan”. Dalam organisasi perjuangan (fighting
organization) peranan pimpinan sangat menonjol dan bahkan merupakan fungsi
yang sangat penting menetukan hidup matinya organisasi tersebut. Untuk menilai
baik tidaknya suatu organisasi perjuangan, dapat dilihat dari baik tidaknya
pemimpinnya (le commandent c’est le regiment).
Dan memilih
seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat amanah, amanah yakni adil dan jujur:
seperti difirmankan tuhan dalam Al-Qura surat Al-Anfal:27;
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ
وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٧﴾
“hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kamu khianat kepada Allah dan Rasul-Nya,
dan janganlah kamu khianat kepada amanah kamu, padahal kamu tahu.”[7]
Kepemimpinan adalah amanah. Dan karen
itu, dalam suatu ssistem yang islami, seorang tak boleh menuntut suatu jabatan
ini sesuai dengan pesan Rasulullah saw.[8]
“Abu Dzar al-Ghifari ra. Meriwayatkan,
‘saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw., wahai Rasulullah, apakah engkau
tidak akan mengangkatku menjadi pegawai?” lalu beliau menepuk pundakku dengan
kedua tangannya seraya bersabda; ‘wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu ini lemah,
sedangkan tugas ini amanah. Dan sesungguhnya, pada hari kiamat nanti aku penuh
dengan kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengembannya dengan hak dan
melaksanakannya dengan baik”. (6;6-S.M.) (HR Muslim)[9]
Hadis diatas menekankan betapa
beratnya sebuah amanah dalam sebuah jabatan. Dan saking beratnya hingga Rasul
saw. Mengatakan bahwa kelak di hari kiamat kita merasakan penyeesalan yang
begitu dahsyat karena kita telah bersedia mengemban amanah itu. Janganlah kita
mengira bahwa menjadi seorang pemimpin dengan sendirinya akan bergelimang harta
dan kehormatan. Padahal, harta daan kehormatan itu, justru menjadi batu
sandungan yang bisa mengakibatkan seseorang terjerumus kedalam jurang
kenistaan.
Lihatlah
misalnya, seorang presiden dengan tanggung jawab yang begitu besar untuk
mensejahterakan rakyatnya, atau seorang suami yang begitu besar tanggung
jawabnya untuk menafkahi istrinya, atau seorang bapak yang memikul amanah untuk
membesarkan anak-anaknya. Semua itu merupakan amanah yang harus dijaga dan
dilaksankan sebaik-baiknya. Apabila kita tidak bisa berbuat adil dan tidak
mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi pihak yang kita pimpin, maka
janganlah sekali-kali kita mencoba-coba untuk mengemban amanah tersebut.
Apabila seorang presiden tidak mampu mengemban amanah untuk membawa kehidupan
bangsanya dari keterpurukan menuju kesejahteraan dan keadilan, maka janganlah
kita kembali memilih presiden atau pemimpin itu untuk kedua kalinya. Karena
itu, amanah adalah ringan dikatakan namun berat untuk dilakasanakan. Barang siapa
yang bisa mengatakan namun tidak bisa tidak bisa melaksanakan, maka ia tidak
layak untuk dijadikan pemimpin.
D. Larangan
Memilih Pemimpin Yang Lemah
Ketika
tujuan negara ialah memperoleh kebahagiaan tertinggi, dan karena kebahagiaan
semata-mata dapat diraih hanya dengan jiwa yang tepat, maka pemimpin kota
haruslah seorang dengan yang tepat pula, sebagaimana ia diharapkan menjadi
faktor penentu dalam negara. Dalam hal ini, bagi al-farabi, intelek menentukan
penguasa yang tepat. Kota utama tidak dapat begitu saja dipimpin oleh sembarang
orang, karena pemimpinan mensyaratkan dua kondisi, yaitu: (1) (talenta)
kepemimpinan harus ada sejak awal, seperti tabiat bawaan lahir; (2) ia
harus memiliki kebiasaan memimpin. Pemimpin adalah individu telah meraih
kesempurnaannya, telah menjadi intelek secara aktual dan dipikirkan (menjadi
pemikiran). Hal ini mengeindikasikan bahwa negara harus diperintah oleh
pemimpin tertentu, persis bak anggota tubuh yang tidak dapat diperintah oleh
sembarang anggota tubuh.[10]
Dikeluarkan
oleh Ibnu Ash Shakir dari Ashsim katanya; “ketika Abubakar sakit, dia menyuruh
orang untuk memikulnya ke alas mimbar, kemudian ia berkhutbah dan khutbah itu
merupakan khutbahnya yang terakhir”. Stelah memuji Allah maka dia berkata;
“wahai manusia, waspadalah kalian kepada dunia dan jangan kamu percaya
sedikitpun kepadanya, utamakan akhirat atas dunia dan cintailah ia. Jika salah
satu dari keduanya kamu cintai maka kamu akan membenci yang lain. Sesungguhnya
kekhalifahan ini tidak akan menjadi baik akhirnya, kecuali jika baik awalnya,
karena itu janganlah dibebankan kecuali kepada orang yang lebih mampu, lebih
bisa menahan diri, lebih bisa tegas di kala dibutuhkan dan lebih bisa berlaku
lunak di kala dibutuhkan, lebih luas pengetahuan dan pengalamannya, tidak susah
di kala musibah datang menimpanya, tidak malu untuk menuntut ilmu, tidak
bingung bila menghadapi kesulitan, tidak tergiur oleh harta, selalu waspada
terhadap apa yang akan datang dan selalu awas dan taat, orang itu adalah Umar
Ibnu Khaththab”. Kemudian ia segara turun dari mimbar. (Kanzul Umar jilid 3’
halaman 147). Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Abbas r.a katanay; “aku
mengabdi kepada Umar r.a dengan pengabdian yang tidak seorang pun dari
keluarganya yang seperti aku, aku berlemah lembut kepadanya dengan lemah lembut
yang tidak seorang pun yang berlaku seperti aku. Pada suatu hari aku duduk
berdua di rumahnya da ia amat memuliakan aku, ketika itu ia sempat menarik
nafas dengan keras sampai aku kira ia menghembuskan nafasnya yang terakhir”.
Tanyaku; “ apa sebab engkau menarik nafas berat, wahai Amirul Mukminin?”
jawabnya “iya”.
Tanyaku
selanjutnya “mengapa”. Kemudian Umar menyuruhku: “tidak aku dapatkan seorang
yang cocok untuk memgang jabatan khalifah ini”. Tanyaku; “bukankah ada si
Fulan, si Fulan, si Fulan, si Fulan, si Fulan dan si Fulan”, aku sebutkan enam
tokoh sahabat majelsi Syuraa, setelah memberikan komentarnya satu per satu
nama-nama keenam tokoh sahabat taadi kemudian Umar berkata; “sesungguhnya tidak
cocok memgang jabatan Khalifah, kecuali seorang yang kuat dan tidak
sewenang-wenang lemah lembut yang tidak lemah, bermurah tangan yang tidak
berlebihan dan dapat mengendalikan uang yang tidak pelit”.[11]
Tanya
Abu Dzar; “apakah kamu tidak mendengar sendiri ketika Rasulullah bersabda
demikian?” jawab Umar; “tidak”. Kata Abu Dzar selanjutnya; “sesungguhnya aku
bersumpah bahwa aku pernah mendengar Rasulullah bersabda; “barangsiapa yang
dibebani mengurus suatu kaum muslimin maka di hari kiamat kelak ia akan
diberdirikan di tepi jembatan neraka jahannam, jika ia melaksanakan tugasnya
itu dengan baik maka ia akan selamat, tapi jika ia tidak melaksanakan tugasnya
itu dengan baik maka ia akan dilemparkan di bawah jembatan jahannam itu dan ia
akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun, di tempat itu amat gelap
gulita.” Manakah diantara dua hadis tersebut yang lebih mengenai di hatimu?’
jawab Umar; kedua hadis tersebut amat mengenai di hatiku”, maka siapakah yang akan
menerima tugas ini?” jawab Abu Dzar; “sesungguhnya dia termasuk orang yang
baik, mungkin saja kalau kamu bebankan tugas ini kepada orang lain kemudian ia
tidak dapat menunaikannya dengan baik maka ia tidak akan selamat dari ancaman
tersebut”. (At Targhib jilid 3, halaman 441)[12]
Dengan
mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam islam serta kriteria dan sifat-sifat
apa saja yang dimiliki oleh seorang pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran
dan Hadits. Dan salah satunya melarang memilih pemimpin yang lemah, seperti
dalam Hadits Rasulullah saw.
Diriwayatkan
dari Abu Dzar r.a; Rasulullah saw. Bersabda, “wahai Abu Dzar, aku melihat kamu
lemah, dan aku menginginkan untuk diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi
pemimpin terhadap dua orang, dan jangan pula kamu mengurusi harta anak
yatim”.(6:7-S.M) (HR Muslim)[13]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pemimpin
adalah seorang peribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya
kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu memengaruhi orang-orang
lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian
satu atau beberapa tujuan.
Kepemimpinan
adalah kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk
memengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mecapai tujuan bersama yang
dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam
suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam
menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Islam
sendiri, banyak memberikan gambaran tentang sosok pemimpin yang benar-benar
layak memimpin umat menuju kemaslahat, baik dari Al-Quran, Hadits, maupun
keteladanan Rasul dan para sahabat. Sebagai sosok pemimpin yang ideal bagi umat
muslim haruslah mempunyai sifat:
1.
Siddiq artinya jujur, benar,
berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan.
2. Fathonah
artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional.
3. Amanah
artinya dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel.
4. Tabligh artinya senantiasa
menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib
disampaikan, dan komunikatif.
Selain dari sifat di atas juga harus memiliki sikap
kepemimpinan yang tawadhlu (rendah hati)
B.
Saran
Sangat diperlukan
sekali seorang pemimpin yang amanah, jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang
tangguh tentu itu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung
pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa
memipin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh
karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang
memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.
DAFTAR PUSTAKA
Rivai, Veithzal
dkk, 2013, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, jakarta, rajawali
pers
Arifin, bey
dkk,2003, kehidupan para sahabat Rasulullah Saw 2, surabaya, bina ilmu
Badi shaqor, abdul dkk, 1994, kepemimpinan
islami, surabaya, pustaka progresif
Qadir djaelani, abdul, 1996, perjuangan
ideologi islam di indonesia, jakarta, pedoman ilmu jaya
Thaqiq, nanang, 2004, politik islam,
jakarta, prenada media
Al-din ‘abd
al-azhim al-mundziri, ,
zaki, Ringkasan Shahih Muslim,
, Mizan
[1] Rivai, Veithzal dkk, Pemimpin
dan Kepemimpinan dalam Organisasi,(jakarta,2013),rajawali pers hlm 1-2
[7] Qadir
djaelani, abdul, perjuangan ideologi islam di indonesia, (Jakarta, 1996, pedoman ilmu jaya) hlm.60-61
[11] Arifin, bey dkk, kehidupan para sahabat
Rasulullah Saw 2, (surabaya, 2003, bina ilmu) hlm. 38-39
Tidak ada komentar:
Posting Komentar