Search

Selasa, 12 Februari 2019

MAKALAH KRITERIA PEMIMPIN (Hadits Siyasi)


MAKALAH
KRITERIA PEMIMPIN
(Hadits Siyasi)
Dosen Pengampu: Nadirsyah Hawari MA





DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
                                                DANI ANDRIYANTO (1531040098)
                                                EKA ZALIKA SALAMIAH (1531040062)




FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
TAHUN 2016/2017






KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb
            Alhamdullilah dengan mengucapkan Pujisyukur kehadirat Allah Yang Maha Esa atas segala rahmatNYA, sehingga makalah yang berjudul ‘Kriteria Pemimpin’’ ini dapat tersusun hingga selesai dengan baik dan lancar.Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk menambah pengetahuan, memahami dan mempelajari tentang kriteria pemimpin, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb






Bandar Lampung, 22 Oktober 2016


Penulis                        





DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR  …………………………………………………………………...…... I
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………...….. II

BAB I PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang..................................................................................................................... 1
B.   Rumusan Masalah.........................................................................................................…... 1
C.   Tujuan Masalah………………………………………………………………………….... 2

BAB II PEMBAHASAN
A.   Pengertian pemimpin dan Kepemimpinan............................................................... 3
B.   Ciri-Ciri Pemimpin................................................................................................... 4
C.   Keutamaan Amanah Seorang Pemimpin………………………………………...... 5
D.   Larangan Memilih Pemimpin yang Lemah ………………....…………………..... 6

BAB III PENUTUP
A.  Kesimpulan ……………………………………………………………………..... 11
B.  Saran …………………………………………………………………………....... 11

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………........ 13






BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pada zaman sekarang semakin ramai orang berlomba-lomba mengejar jabatan, berebut kedudukan sehingga menjadikannya sebagai sebuah obsesi hidup. Menurut mereka yang menganut paham atau prinsip ini, tidak lengkap rasanya selagi hayat dikandung badan, kalau tidak pernah (meski sekali) menjadi orang penting, dihormati dan dihargai masyarakat.
Jabatan baik formal maupun informal di negeri kita Indonesia dipandang sebagai sebuah "aset", karena ia baik langsung maupun tidak langsung berkonsekwensi kepada keuntungan, kelebihan, kemudahan, kesenangan, dan setumpuk keistimewaan lainnya. Maka tidaklah heran menjadi kepala daerah, gubernur, bupati, walikota, anggota dewan, direktur dan sebagainya merupakan impian dan obsesi semua orang. Mulai dari kalangan politikus, purnawirawan, birokrat, saudagar, tokoh masyarakat, bahkan sampai kepada artis.
Mereka berebut mengejar jabatan tanpa mengetahui siapa sebenarnya dirinya, bagaimana kemampuannya, dan layakkah dirinya memegang jabatan (kepemimpinan) tersebut. Parahnya lagi, mereka kurang (tidak) memiliki pemahaman yang benar tentang hakikat kepemimpinan itu sendiri. Karena menganggap jabatan adalah keistimewaan, fasilitas, kewenangan tanpa batas, kebanggaan dan popularitas. Padahal jabatan adalah tanggung jawab, pengorbanan, pelayanan, dan keteladanan yang dilihat dan dinilai banyak orang.
B.     Rumusan Masalah

1.      Apa Pengertian Dari Pemimpin Dan Kepemimpinan?
2.      Apa Ciri-Ciri Seorang Pemimpin?
3.      Bagaimana Keutamaan Seorang Pemimpin Yang Amanah?
4.      Kenapa Kita Dilarang Memilih Pemimpin Yang Lemah?

C.    Tujuan Masalah

1.      Untuk mengetahui definisi pemimpin dan kepemimpinan
2.      Untuk mengetahui ciri-ciri pemimpin
3.      Untuk mengetahui pemimpin yang amanah
4.      Untuk mengetahui larangan memilih pemimpin yang lemah




BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pemimpin dan Kepemimpinan

1.      Pengertian Pemimpin

Dilihat dari sisi bahasa Indonesia ‘’pemimpin’’ sering di sebut penghulu, pemuka, pelopor, Pembina, panutan, pembimbing, pengurus, penggerak, ketua, kepala, penuntut, raja tua-tua, dan sebagainya. Sedangkan istilah pemimpin di gunakan dalam konteks hasil penggunaan peran seseorang berkaitan dengan kemampuannya memengaruhi orang lain dengan berbagai cara.
Istilah pemimin dan memimpin padamulanya berasal dari kata dasar yang sama ‘’pimpin’’, dan berikut ini di kemukakan beberapa pengertian pemimpin:
a)      Pemimpin adalah seorang yang mempunyai keahlian memimpin, mempunyai kemampuan memengaruhi pendirian atau pendapat orang atau sekelompok orang tanpa menanyakan alasan-alasannya.
b)      Pemimpin adalah suatu lakon/peran dalam system tertentu; karenanya seorang dalam peran formal belum tentu memiliki keterampilan dalam kepemimpinan dan belum tentu memimpin. Istilah kepemimpinan pada dasarnya berhubungan dengan keterampila, kecakapan, dan tingkat pengaruh yang dimiliki seseorang; oleh sebab itu, kepemimpinan bisa dimiliki oleh orang yang bukan ‘’pemimpin’’
         Selanjutnya jika pemimpin dilihat dari sisi bahasa inggris menjadi ‘’LEADER’’, yang mempunyai tugas untuk me-LEAD anggota di sekitarnya. Sedangkan makna LEADED adalah:
a)      Loyality, seorang pemimpin harus mampu membangkitkan loyalitas rekan kerjanya dan memberikan loyalitasnya dalam kebaikan.
b)      Educate, seorang pemimpin mampu untuk mengedukasi rekan-rekannya dan mewariskan tacit knowledge pada rekan-rekannya
c)      Advice, memberikan sran dan nasihat dari permasalahan yang ada
d)     Discipline, memberikan keteladanan dalam berdisiplin dan menegakan kedisplinan dan setiap aktifitasnya.[1]

2.      Pengertian Kepemimpinan

Apabila berkumpul tiga orang atau lebih kemudian salah seorang di antara mereka ‘’mengajak’’ teman-temannya untuk melakukan sesuatu [Apakah:nonton sinetron, film, bermain sepak bola, dan lain-lain]. Pada pengertian yang sederhana orang tersebut telah melakukan ‘’kegiatan memimpin’’, karena ada unsur ‘’mengajak’’ dan mengoordinasi, ada teman dan ada kegiataannya dan ada sasarannya. Tetapi, dalam merumuskan batasan atau definisi kepemimunan ternyata bukan merupakan hal yang mudah dan banyak definisi yang di kemukakan para ahli tentang kepemimpinan yang twntu saja menurut sudut pandangnya masing-masing. Kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertntu untuk memengaruhi aktifitas para anggota kelompok untuk memcapai tujuan bersama yang diranang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan meruoakan factor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Dengan demikian, pengertian mengenai kepemimpinan di atas yang dikemukakan menurut sudut pandang maing-masing, tergantung pada perspektif yang di gunakan. Kepemimpinan dapat didefinisikam berdasarkan penerapannya pada bidang-bidang militer, olahraga,bisnis, pendidikan, industry, da bidang-bodang lainnya
Dari pengertian di atas kepemimpinan mengandung beberapa unsur pokok antara lain:
1.      Kepemimpinan melibatkan orang lain dan adanya situasi kelompok atau organisasi tempat pemimpin dan anggotanya berinteraksi;
2.      Didalam kepemimpinan terjadi pembagian kekuasaan dan proses memengaruhi bawahan oleh pemimpin; dan
3.      Adanya tujuan bersama yang harus dicapai.
Kebanyakan definisi mengenai kepemimpinan di atas mencerminkan asumsi bahwa kepemimpinan menyangkut sebuah proses pengaruh social yang dalam ini yang pengaruh sengaja dijalankan oleh seseorang terhadap orang lain unruk menstruktur aktifitas-aktifitas serta hubungan-hubungan didalam sebuah kelompok atau organisasi.[2]

Beberapa Istilah Kepemimpinan Dalam Islam

Dalam islam kepemimpinan serinng di kenal dengan perkataan khalifah yang bermakna ‘’wakil’’, simak firman Allah Swt. Dalam Al-baqarah [2]:30:

وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ

Ingatlah ketika tuhanmu berfirman kepada para malaikat: sesungguhnya aku menjadikan seorang khalifah dimuka bumi. ‘’mereka berkata: ‘’mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpuhkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan mensucikan engkau?’’ Tuhan berfirman: ‘’Sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.’’

Sebagaimana di kemukakan di atas. Muastafa al-Maragh, mengatakan khalifah adalah wakil tuhan di muka bumi [khalifah fil ardli]. Rasyid Ridla al-Manar, menyatakan khalifah asalah sosok manusia yang di bekali kelebihan akal, pikiran dan pengetahuan untuk mengatur. Istilah atau perkataan khalifah ini, mulai popular digunakan setelah Rasulullah Saw. Wafat. Dalam istilah yang lain, Kepemimpinan juga terkandung dalam pengertian ‘’Iman’’, yang berarti pemuka agama dan kepemimpinan spiritual yang diteladani dan dilakasankan fatwanya. Ada juga istilah “amir”, pemimpin yang memiliki kekuasaan dan kewenangan untuk mengatur masyarakat. Dikenal pula istilah “ulil amri” (jamaknya umar) yang disebutkan dalam firman Allah swt. Dalam surah An-nisaa’ [4]:59:

            يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ ۖ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (nya), dan ulil amri diantara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan rasul (sunnnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah swt dan hari kemudian yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.
Yang bermakna penguasa, pemerintah, ulama, cendekiawan, pemimpin atau tokoh masyarakat yang menjadi tumpuan umat. Dikenal pula istilah wali yang sebagaimana disebutkan dalam firman Allah Swt. Dalam surah Al-Maidah [5]:55:

إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ

Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mndirikan shalat dan menunikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah).

Dalam hadita Nabi dikenal istilah ra’tin yang juga diartikan pengelolaan dan pemimpin. Istilah-istilah tersebut, member pengertian bahwa kepemimpinan adalah kegiatan menuntun, menandu dan menunjukan jalan menuju tujuan durudhai Allah.[3]
Istilah khalifah dan ‘’amir’’ dalam konteks bahasa Indonesia disebut pemimpin yang selalu berkonotasi pemimpin formal. Apabila kita, kita merujuk dan mncermati fiman Allah Swt. Dalam surah Al-baqarah (2:30), sebagaimana dikmukakan di atas, dalam pengertian ini dapat disimpulkan bahwa kepemimoinan islam secara mutlak bersumber dari Allah Swt. Yang telah menjadikan manusia sebagai khalifah  fil ardli. Maka dalam kaitan in, dimensi control tidak terbatas pada interaksi antara yang memmimpin [umara] dengan yang di pimpin [umat], tetapi baik pemimpin maupun rakyat [umat] yang di pimpin harus sama-sama mempertanggungjawbkan amanah yang diembannya sebagai seorang khalifah Allah, secara komprehensif (Aunur Rahim, dkk., 2001).
Dakam sejrah kehidupan mnusia sangat banyak pengalaman kepemimpinan yang dapat di pelajarinya. Dalam Hadis Nabi, ‘’setiap kamu adalah pemimpin’’ dan terlihat dalam pengalaman sehari-hari manusia telah melakukan unsure-unsur kepmimpinjan seperti ‘’memengaruhi, mengajak, memotivasi dan mengoordinasi sesame mereka. Pengalaman itu perlu di analisis untuk mendapatkan pelajaran yag berharga dn mewujudkan kepeimpinana yang efektif. ‘’untuk memahami kepemimpinan secara empiris, perlu dipahami terlebih dhulu tinjauan segi terminologinya. Secara etimologi [asal kata] menurut kamus besar bahasa Indonesia, berasal dari kata “pimpin” dengan mendapat awalan “me” yang berarti menuntun, menunjukan jalan, dan membimbing. Perkataan lain yang disamakan artinya yaitu mengetuai, mengepalai, memandu, dan melatih, dan dalam bentuk kegiatan, maka sipelaku disebut “pemimpin”. Maka dengan kata lain, pemimpin adalah orang yang memimpin, mengetuai, atau mengepalai. Kemudian berkembang pula istilah “kepemimpinan” dengan tambahan awalan ke yang menunjukan pada aspek kepemimpinan” [aunur Rahim, dk., 2001].[4]

B.     Ciri-Ciri Pemimpin

      Mungkin kita sepakat, bahwa kita berkeinginan mempunyai pemimpin yang didambaan, pemimpin yang dapat membawa kita dalam sebuah kemajuan, keadalian, dan kesejahteraan. Betapa bangganya jika kita juga merupakan bagian dari yang didambakan itu, menjadi seseorang yang didambakan orang lain karena kepemimpinannya, selalu dinanti kehadirannya, salalu didengar apa yang diucapkannya, selalu diturut apa perintahnya, karena semua itu diyakini dan dirasakan akan membawa kepada sebuah perubahan, sebuah kemajuan buat semua orang, tidak ada lagi pembeda dalam menentukan kemajuan, tidak ada lagi pemisah dalam meningkatkan kesejahteraan, semua merasa diperhatikan sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya.
      Berbicara hal tersebut, saya teringat sewaktu duduk di bangku SMP tahun 1983-1986, namanya SMP Taman Siswa di bandung atau Taman Dewasa. Di ketamansiswaan ada suatu hal yang saya ingat sampai sekarang dari pelajaran ketamansiswaan itu, yaitu tentang Ki Hajar Dewantara;  ing ngarso sung tulodo, ing madyo mangun kurso, dan tut wuri handayani. Ing ngarso sung tulodo, artinya didepan memberi contoh dan teladan. Ing madyo karso, artinya; di tengah membangun karsa, gagasan, ide dan karya. Tut wuri handayani, artinya; di belakang memberi dorongan/motivasi.
      Dari pengertian ajaran Ki Hajar Dewantara mempunyai nilai dan gaya kepemimpinan, yaitu bahwa seseorang pemimpin yang didambakan seyogyanya selalu berusaha menempatkan posisinya dalam tiga konteks yang berbeda:
1.      Berani tampil di depan dengan senantiasa memberikan contoh dan keteladanan.
2.      Berada di tengah anggotanya dengan membangun karya, karsa dan gagasan;
3.      Jika di belakang, selalu memberi petunjuk, sealu mendorong dan memotivasi.[5]

Didalam Islam Seorang Pemimpin Haruslah Mempunyai Sifat:

1.      Siddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan.
Nabi saw. Sebagai utusan terpercaya Allah jelas tidak dapat lagi diragukan kejujurannya, karena apa yang beliau sampaikan adalah petunjuk (wahyu) Allah yang bertitik pada kebenaran yaitu ridho Allah. Sebagaimana difirmankan dalam QS. An-Najm: 3-4

وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَىٰ ﴿٣﴾ إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَىٰ ﴿٤﴾

“dan tiadalah yang diucapkan itu (Al-Quran) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapan itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).
2.      Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional.
Seorang pemimpin sebagai visioner haruslah orang yang berilmu berwawasan luas, cerdas, kreatif dan memiliki pandangan jauh kedepan. Karena untuk mewujudkan kemaslahatan dan kemakmuran masyarakat dibutuhkan pemikiran besar dan inovatif serta tindakan nyata. Kecerdasan (inteleligen) dalam hal ini mencakup segala aspek kecerdasan, baik emosional (EQ), spiritual (SQ) maupun intelektual (IQ).
Kecerdasan seorang pemimpin akan sangat mempengaruhi eksistensi kepemimpinannya baik dimata manusia maupun dimata sang pencipta. Hal ini sebagai janji Allah yang tertuang dalam surat Al-Mujadalah ayat 11

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ﴿١١﴾

“....Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
3.      Amanah artinya dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel.
Sebelum diangkat menjadi Rasul, nabi Muhammad SAW bahkan telah diberi gelar Al-Amien yang artinya orang yang dapat dipercaya. Hal ini tentunya karena beliau adalah pribadi yang benar-benar dapat dipercaya dikalangan kaumnya. Seperti yang dijelaskan oleh Eaton (2006:175). Pada tahun 605 dewan pemerintah Quraisy memutuskan untuk merenovasi ka’bah, pada saat pemindahan hajar aswad terjadi sengketa antara beberapa kaln (bani), ketidaksepakatan ini munculk karena masing-masing mereka berebut untuk memperoleh kehormatan memindahkan hajar aswad pada tempatnya. Diputuskan bahwa orang pertama yang amsuk lapangan (segi empat ka’bah) lewat satu pintu tertentu hendaknya diminta bertindak sebagai juru damai, dan orang yang pertama adalah muhammad. Ia mengatakan kepada penduduk untuk menghamparkan sebuah jubah besar, menempatkan batu itu diatasnya dan memanggil wakil tiap kaln untuk berasama-sama mengsngkatnya dalam posisi, kemudian ia sendiri meletakan batu itu ketempatnya.
Allah mengisyaratkan dengan tegas untuk mengangkat “pelayan masyarakat” yang kuat dan dapat dipercaya dalam surat Al-Qashas ayat 26.

قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ ﴿٢٦﴾

“salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.

Amanah merupakan kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin. Dengan memiliki sifat amanah, pemimpin akan senantiasa menjga kepercayaan masyarakat yang telah dibebankan sebagai amanah mulia diatas pundaknya. Kepercayaan masyarkat berupa penyerahan segala macam urusan kepada pemimpin agar dikelola dengan baik dan untuk kemaslahatan bersama.
4.      Tabligh artinya senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.
Kemampuan berkomunikasi merupakan potensi dan kualitas prinsip yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Karena dalam kerjanya mengemban amanat memaslahatkan umat, seorang pemimpin akan berhadapan dengan kecenderungan masyarakat yang berbeda-beda. Oleh karena itu komunikasi yang sehat meupakan kunci terjalinnya hubungan yang baik antara pemimpin dan rakyat.
Allah berfirman dalam surah Al-Anfal ayat 24;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ ﴿٢٤﴾

“hai orang-orang yang beriman penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada sesuatu yang memberikan kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadanyalah kamu akan dikumpulkan”.

Salah satu ciri kekuatan komunikasi seorang pemimpin adalah keberaniannya menyatakan kebenaran meskipun konsekuensinya berat. Dalam sitilah Arab dikenal ungkapan, “kul al-haq walau kaana murran”. Katakanlah atau sampaikanlah kebenaran meskipun pahit rasanya.[6]

C.    Keutamaan Amanah Seorang Pemimpin

      Peranan kepemimpinan dalam kehidupan bermasyarakat merupakan keharusan yang mesti diadakan. Tidak ada satu kehidupan masyarakat berjalan dengan baik tanpa adanya pemimpin yang mengatur, membimbing dan memelihara kepentingan masyarkat. Oleh karena itu islam telah mewajibkan bagi setiap pemeluknya untuk mengangkat seseorang pemimpin dalam kelompok manusia untuk mengatur kepentingan mereka. Didalam Hadits yang diriwayatkn oleh abu dawud, nabi saw., bersabda: “apabila berangkat tiga oang dalam perjalanan, hendaklah mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi kepala rombongan”. Dalam organisasi perjuangan (fighting organization) peranan pimpinan sangat menonjol dan bahkan merupakan fungsi yang sangat penting menetukan hidup matinya organisasi tersebut. Untuk menilai baik tidaknya suatu organisasi perjuangan, dapat dilihat dari baik tidaknya pemimpinnya (le commandent c’est le regiment).
      Dan memilih seorang pemimpin haruslah mempunyai sifat amanah, amanah yakni adil dan jujur: seperti difirmankan tuhan dalam Al-Qura surat Al-Anfal:27;

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ ﴿٢٧﴾

      “hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu khianat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kamu khianat kepada amanah kamu, padahal kamu tahu.”[7]
     
Kepemimpinan adalah amanah. Dan karen itu, dalam suatu ssistem yang islami, seorang tak boleh menuntut suatu jabatan ini sesuai dengan pesan Rasulullah saw.[8]

Description: 20161014_144851_20161022152733146.jpg
      “Abu Dzar al-Ghifari ra. Meriwayatkan, ‘saya pernah bertanya kepada Rasulullah saw., wahai Rasulullah, apakah engkau tidak akan mengangkatku menjadi pegawai?” lalu beliau menepuk pundakku dengan kedua tangannya seraya bersabda; ‘wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu ini lemah, sedangkan tugas ini amanah. Dan sesungguhnya, pada hari kiamat nanti aku penuh dengan kehinaan dan penyesalan, kecuali orang yang mengembannya dengan hak dan melaksanakannya dengan baik”. (6;6-S.M.) (HR Muslim)[9]

Hadis diatas menekankan betapa beratnya sebuah amanah dalam sebuah jabatan. Dan saking beratnya hingga Rasul saw. Mengatakan bahwa kelak di hari kiamat kita merasakan penyeesalan yang begitu dahsyat karena kita telah bersedia mengemban amanah itu. Janganlah kita mengira bahwa menjadi seorang pemimpin dengan sendirinya akan bergelimang harta dan kehormatan. Padahal, harta daan kehormatan itu, justru menjadi batu sandungan yang bisa mengakibatkan seseorang terjerumus kedalam jurang kenistaan.
      Lihatlah misalnya, seorang presiden dengan tanggung jawab yang begitu besar untuk mensejahterakan rakyatnya, atau seorang suami yang begitu besar tanggung jawabnya untuk menafkahi istrinya, atau seorang bapak yang memikul amanah untuk membesarkan anak-anaknya. Semua itu merupakan amanah yang harus dijaga dan dilaksankan sebaik-baiknya. Apabila kita tidak bisa berbuat adil dan tidak mampu mewujudkan kehidupan yang lebih baik bagi pihak yang kita pimpin, maka janganlah sekali-kali kita mencoba-coba untuk mengemban amanah tersebut. Apabila seorang presiden tidak mampu mengemban amanah untuk membawa kehidupan bangsanya dari keterpurukan menuju kesejahteraan dan keadilan, maka janganlah kita kembali memilih presiden atau pemimpin itu untuk kedua kalinya. Karena itu, amanah adalah ringan dikatakan namun berat untuk dilakasanakan. Barang siapa yang bisa mengatakan namun tidak bisa tidak bisa melaksanakan, maka ia tidak layak untuk dijadikan pemimpin.

D.    Larangan Memilih Pemimpin Yang Lemah

      Ketika tujuan negara ialah memperoleh kebahagiaan tertinggi, dan karena kebahagiaan semata-mata dapat diraih hanya dengan jiwa yang tepat, maka pemimpin kota haruslah seorang dengan yang tepat pula, sebagaimana ia diharapkan menjadi faktor penentu dalam negara. Dalam hal ini, bagi al-farabi, intelek menentukan penguasa yang tepat. Kota utama tidak dapat begitu saja dipimpin oleh sembarang orang, karena pemimpinan mensyaratkan dua kondisi, yaitu: (1) (talenta) kepemimpinan harus ada sejak awal, seperti tabiat bawaan lahir; (2) ia harus memiliki kebiasaan memimpin. Pemimpin adalah individu telah meraih kesempurnaannya, telah menjadi intelek secara aktual dan dipikirkan (menjadi pemikiran). Hal ini mengeindikasikan bahwa negara harus diperintah oleh pemimpin tertentu, persis bak anggota tubuh yang tidak dapat diperintah oleh sembarang anggota tubuh.[10]
      Dikeluarkan oleh Ibnu Ash Shakir dari Ashsim katanya; “ketika Abubakar sakit, dia menyuruh orang untuk memikulnya ke alas mimbar, kemudian ia berkhutbah dan khutbah itu merupakan khutbahnya yang terakhir”. Stelah memuji Allah maka dia berkata; “wahai manusia, waspadalah kalian kepada dunia dan jangan kamu percaya sedikitpun kepadanya, utamakan akhirat atas dunia dan cintailah ia. Jika salah satu dari keduanya kamu cintai maka kamu akan membenci yang lain. Sesungguhnya kekhalifahan ini tidak akan menjadi baik akhirnya, kecuali jika baik awalnya, karena itu janganlah dibebankan kecuali kepada orang yang lebih mampu, lebih bisa menahan diri, lebih bisa tegas di kala dibutuhkan dan lebih bisa berlaku lunak di kala dibutuhkan, lebih luas pengetahuan dan pengalamannya, tidak susah di kala musibah datang menimpanya, tidak malu untuk menuntut ilmu, tidak bingung bila menghadapi kesulitan, tidak tergiur oleh harta, selalu waspada terhadap apa yang akan datang dan selalu awas dan taat, orang itu adalah Umar Ibnu Khaththab”. Kemudian ia segara turun dari mimbar. (Kanzul Umar jilid 3’ halaman 147). Dikeluarkan oleh Ibnu Sa’ad dari Ibnu Abbas r.a katanay; “aku mengabdi kepada Umar r.a dengan pengabdian yang tidak seorang pun dari keluarganya yang seperti aku, aku berlemah lembut kepadanya dengan lemah lembut yang tidak seorang pun yang berlaku seperti aku. Pada suatu hari aku duduk berdua di rumahnya da ia amat memuliakan aku, ketika itu ia sempat menarik nafas dengan keras sampai aku kira ia menghembuskan nafasnya yang terakhir”. Tanyaku; “ apa sebab engkau menarik nafas berat, wahai Amirul Mukminin?” jawabnya “iya”.
      Tanyaku selanjutnya “mengapa”. Kemudian Umar menyuruhku: “tidak aku dapatkan seorang yang cocok untuk memgang jabatan khalifah ini”. Tanyaku; “bukankah ada si Fulan, si Fulan, si Fulan, si Fulan, si Fulan dan si Fulan”, aku sebutkan enam tokoh sahabat majelsi Syuraa, setelah memberikan komentarnya satu per satu nama-nama keenam tokoh sahabat taadi kemudian Umar berkata; “sesungguhnya tidak cocok memgang jabatan Khalifah, kecuali seorang yang kuat dan tidak sewenang-wenang lemah lembut yang tidak lemah, bermurah tangan yang tidak berlebihan dan dapat mengendalikan uang yang tidak pelit”.[11]
      Tanya Abu Dzar; “apakah kamu tidak mendengar sendiri ketika Rasulullah bersabda demikian?” jawab Umar; “tidak”. Kata Abu Dzar selanjutnya; “sesungguhnya aku bersumpah bahwa aku pernah mendengar Rasulullah bersabda; “barangsiapa yang dibebani mengurus suatu kaum muslimin maka di hari kiamat kelak ia akan diberdirikan di tepi jembatan neraka jahannam, jika ia melaksanakan tugasnya itu dengan baik maka ia akan selamat, tapi jika ia tidak melaksanakan tugasnya itu dengan baik maka ia akan dilemparkan di bawah jembatan jahannam itu dan ia akan terpelanting ke dalamnya selama 70 tahun, di tempat itu amat gelap gulita.” Manakah diantara dua hadis tersebut yang lebih mengenai di hatimu?’ jawab Umar; kedua hadis tersebut amat mengenai di hatiku”, maka siapakah yang akan menerima tugas ini?” jawab Abu Dzar; “sesungguhnya dia termasuk orang yang baik, mungkin saja kalau kamu bebankan tugas ini kepada orang lain kemudian ia tidak dapat menunaikannya dengan baik maka ia tidak akan selamat dari ancaman tersebut”. (At Targhib jilid 3, halaman 441)[12]
      Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang dimiliki oleh seorang pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Dan salah satunya melarang memilih pemimpin yang lemah, seperti dalam Hadits Rasulullah saw.

Description: 20161014_144851.jpg

Diriwayatkan dari Abu Dzar r.a; Rasulullah saw. Bersabda, “wahai Abu Dzar, aku melihat kamu lemah, dan aku menginginkan untuk diriku sendiri. Janganlah kamu menjadi pemimpin terhadap dua orang, dan jangan pula kamu mengurusi harta anak yatim”.(6:7-S.M) (HR Muslim)[13]




BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Pemimpin adalah seorang peribadi yang memiliki kecakapan dan kelebihan khususnya kecakapan/kelebihan di satu bidang sehingga dia mampu memengaruhi orang-orang lain untuk bersama-sama melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi pencapaian satu atau beberapa tujuan.
Kepemimpinan adalah kepemimpinan adalah suatu perilaku dengan tujuan tertentu untuk memengaruhi aktivitas para anggota kelompok untuk mecapai tujuan bersama yang dirancang untuk memberikan manfaat individu dan organisasi, sehingga dalam suatu organisasi kepemimpinan merupakan faktor yang sangat penting dalam menentukan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi.
Islam sendiri, banyak memberikan gambaran tentang sosok pemimpin yang benar-benar layak memimpin umat menuju kemaslahat, baik dari Al-Quran, Hadits, maupun keteladanan Rasul dan para sahabat. Sebagai sosok pemimpin yang ideal bagi umat muslim haruslah mempunyai sifat:
1.      Siddiq artinya jujur, benar, berintegritas tinggi dan terjaga dari kesalahan.
2.      Fathonah artinya cerdas, memiliki intelektualitas tinggi dan profesional.
3.      Amanah artinya dipercaya, memiliki legitimasi dan akuntabel.
4.      Tabligh artinya senantiasa menyampaikan risalah kebenaran, tidak pernah menyembunyikan apa yang wajib disampaikan, dan komunikatif.
Selain dari sifat di atas juga harus memiliki sikap kepemimpinan yang tawadhlu (rendah hati)

B.     Saran
Sangat diperlukan sekali seorang pemimpin yang amanah, jika saja Indonesia memiliki pemimpin yang tangguh tentu itu akan menjadi luar biasa. Karena jatuh bangun kita tergantung pemimpin. Pemimpin memimpin, pengikut mengikuti. Jika pemimpin sudah tidak bisa memipin dengan baik, cirinya adalah pengikut tidak mau lagi mengikuti. Oleh karena itu kualitas kita tergantung kualitas pemimpin kita. Makin kuat yang memimpin maka makin kuat pula yang dipimpin.




DAFTAR PUSTAKA

Rivai, Veithzal dkk, 2013, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi, jakarta, rajawali        pers
Arifin, bey dkk,2003, kehidupan para sahabat Rasulullah Saw 2, surabaya, bina ilmu
Badi shaqor, abdul dkk, 1994, kepemimpinan islami, surabaya, pustaka progresif
Qadir djaelani, abdul, 1996, perjuangan ideologi islam di indonesia, jakarta, pedoman ilmu           jaya
Thaqiq, nanang, 2004, politik islam, jakarta, prenada media
Al-din ‘abd al-azhim al-mundziri,        , zaki, Ringkasan Shahih Muslim,         , Mizan



[1] Rivai, Veithzal dkk, Pemimpin dan Kepemimpinan dalam Organisasi,(jakarta,2013),rajawali pers hlm 1-2
[2] Ibid hlm. 2-5
[3] Ibid hlm. 9-10
[4] Ibid hlm. 10-11
[5] Ibid hlm. 26-27
[6] Ibid hlm. 22
[7] Qadir djaelani, abdul, perjuangan ideologi islam di indonesia, (Jakarta, 1996, pedoman ilmu jaya) hlm.60-61
[8] Badi shaqor, abdul dkk, kepemimpinan islami, (surabaya,1994, pustaka progresif) hlm. vi
[9] Al-din ‘abd al-azhim al-mundziri, zaki, Ringkasan Shahih Muslim,(         , Mizan) no hadits 1204
[10] Thaqiq, nanang, politik islam, (jakarta, 2004, prenada media) hlm.22-23

[11] Arifin, bey dkk, kehidupan para sahabat Rasulullah Saw 2, (surabaya, 2003, bina ilmu) hlm. 38-39
[12] Ibid hlm. 66-67
[13] Shahih muslim ibid no hadits 1203

Tidak ada komentar:

Posting Komentar