MAKALAH
KOMUNIKASI PEMERINTAHAN DAERAH
BERBASIS KEARIFAN LOKAL
Dosen Pengampu: Ali Abdul
Wahid, S.Ag, M.Ag
DISUSUN OLEH
KELOMPOK 2
DANI ANDRIYANTO (1531040098)
NURHAYATI
(1531040074)
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN
LAMPUNG
TAHUN 2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb
Alhamdullilah dengan mengucapkan Pujisyukur kehadirat Allah Yang Maha Esa
atas segala rahmatNYA, sehingga makalah yang berjudul “Komunikasi Pemerintahan Daerah Berbasis Kearifan Lokal’’ ini dapat
tersusun hingga selesai dengan baik dan lancar.Tidak lupa kami juga mengucapkan
banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan
memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat dijadikan sebagai bahan acuan
untuk menambah pengetahuan, memahami dan mempelajari tentang komunikasi
pemerintahan daerah berbasis kearifan lokal, Untuk ke depannya dapat
memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih
banyak kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb
Bandar Lampung, 6 Maret 2018
Penulis
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL
KATA PENGANTAR ..................................................................................... I............................................................................................................................
DAFTAR......................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ......................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian
Komunikasi Pemerintahan...................................................... 2
B. Kepemimpinan
Pemerintah Daerah.......................................................... 2
C. Komunikasi Pemerintah
Daerah............................................................... 4
D. Problem Daerah......................................................................................... 6
E. Bertukar
Pandangan.................................................................................. 9
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sebagai
negara yang berpenduduk besar, Indonesia juga dikenal sebagai negara demokrasi
terbesar di Asia. Tantangan bagi pemerintahan di Indonesia baik di pusat maupun
di daerah juga cukup besar yaitu
seberapa jauh mereka mampu mempraktikkan tata pemerintahan yang baik (good
governance). Strategi yang tepat
dalam mewujudkan good governance ini adalah efektivitas pemerintah dalam
berkomunikasi dengan rakyatnya. Hal yang penting juga dilakukan adalah
komunikasi dalam pemerintahan itu sendiri dan antar lembaga pemerintahan.
Keberhasilan
organisasi pemerintahan daerah lebih banyak ditentukan oleh keunggulan
pemimpinnya. Keunggulan pemimpin ditentukan oleh keunggulannya dalam
berkomunikasi dengan seluruh anggota organisasi dan lingkungan tempat dia
berada. Karena itu komunikasi pemerintahan daerah merupakan komponen pokok bagi
para pemimpin organisasi pemerintahan daerah. Pembangunan yang diselenggarakan
oleh pemerintah daerah akan dapat
berhasil, jika pemerintah daerah mampu mengkomunikasikannya kepada rakyatnya.
Komunikasi
pemerintahan daerah yang berbasis kearifan lokal yaitu komunikasi pemerintahan
daerah yang berlandaskan kepada pandangan hidup dan berbagai aktivitas yang
dilakukan masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan
kebutuhan mereka. Dengan kata lain, kearifan lokal merupakan sesuatu yang
berkaitan secara spesifik dengan budaya tertentu (budaya lokal). Misalnya di
Lampung memiliki semboyan atau slogan “Sang Bumi Ruwa Jurai”, yang artinya satu
bumi dan dua aliran ( suku asli dengan suku pendatang. Yang sebelumnya dua
jurai diartikan sebagai 2 suku adat yang terdapat di Lampung yaitu pepadun dan
sebatin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Komunikasi
Pemerintahan
Komunikasi
pemeritah adalah penyampaian ide, program, dan gagasan pemerintah kepada
masyarakat dalam rangka mencapai tujuan negara. Dalam hal ini pemerintah dapat
diasumsikan sebagai komunikator dan masyarakat sebagai komunikan, namun dalam
susasana tertentu bisa sebaliknya masyarakat berada pada posisi sebagai
penyampai ide atau gagasan dan pemerintah berada pada posisi mencermati apa
yang diinginkan masyarakat. Dalam kondisi yan demikian pemerintah memiliki
kewenangan sekaligus bertanggung jawab utnuk mempertimbangkan bahkan merespon
keinginan-kenginan tersebut sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku[1]
B. Kepemimpinan Pemerintah
Daerah
Suatu
lembaga riset dunia (The Fund for Peace) dalam publikasinya Juni 2012,
menyebutkan Indonesia termasuk negara yang berada dalam zona bahaya menuju
negara gagal. Disebutkan Indonesia menempati urutan ke 63 dari 178 negara.
Tahun 2012 ini lebih buruk dibandingkan tahun lalu yang menempati urutan ke 64
dari 177 negara. Angka-angka ini
menyadari kita tentang tantangan yang dihadapi. Kemajuan di bidang ekonomi dan
politik ternyata tidak membuat Indonesia bebas dari ancaman sebagai negara gagal.
Hal ini disebabkan pemerintah lebih memperhatikan pertumbuhan ekonomi dan
politik serta mengabaikan kearifan lokal sebagai bagian dari karakter bangsa.
Bahaya ini bertambah besar karena sikap dan mental para pemimpin di setiap
instansi pemerintah yang tidak mempedulikan warna merah sebagai isyarat alam
tentang datangnya bahaya menuju kondisi kritis merah padam sebagai negara
gagal. Negara gagal dicerminkan oleh ketidakmampuan mengorganisasi aparatur
secara efektif yang mengarah kekacaubalauan. Hal yang urgen disini adalah
bidang kepemimpinan. Menurut Bappenas enam puluh persen keberhasilan
pembangunan ditentukan daerah karena otonomi daerah.[2]
Dalam
komunikasi organisasi, kajian tentang kepemimpinan seringkali dibahas.
Kepemimpinan mengacu pada perilaku yang ditunjukkan oleh seseorang atau lebih
individu dalam kelompok yang membantu kelompok mencapai tujuannya.
Dalam
bidang kepemimpinan, pemimpin daerah memiliki political leadership yang
menyangkut seluruh aspek kehidupan masyarakat dalam suatu wilayah. Pemimpin
yang baik diperoleh dari proses yang panjang, tidak muncul secara tiba-tiba.
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela.
Seorang
kepala daerah yang mempunyai kapasitas sebagai pejabat politik dan pemimpin
pemerintahan di daerahnya, haruslah mempunyai kepemimpinan di bidang organisasi
dan kepemimpinan di bidang sosial. Di bidang organisasi, seorang kepala daerah
mempunyai bawahan yang patuh pada berbagai ikatan norma-norma organisasi
formal. Di bidang sosial, seorang kepala daerah memiliki kapasitas dan kualitas
pribadi dalam menggerakkan bawahannya. Dalam hal ini aspek sosial dan politik
lebih dominan daripada aspek administratif. Kepemimpinan di bidang sosial lebih
banyak diperoleh dari proses politik yang membawa dirinya menjadi kepala
daerah.
Kepemimpinan
berhubungan erat dengan komunikasi,
tujuan komunikasi adalah mencapai kesamaan makna. Pada dasarnya kesamaan
makna ini merupakan upaya untuk mempengaruhi karena makna yang dimaksud adalah
makna yang dikehendaki oleh satu pihak yang ditujukan pada pihak lain.
Kepemimpinan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk melakukan
sesuatu yang dikehendaki oleh pemimpin secara sukarela.
Keberhasilan
seorang pemimpin dapat diperoleh dari keberhasilannya dalam kegiatan
komunikasi. Dia tidak mungkin menjadi pemimpin tanpa punya pengikut. Oleh
karena itu, pemimpin haruslah mempunyai kemampuan membina hubungan komunikatif
dengan pengikutpengikutnya. Dia hendaknya mempunyai daya tarik dan
kredibilitas. Seorang pemimpin yang juga sebagai komunikator, hendaknya
mempunyai daya tarik misalnya daya tarik fisik, busana, suara dan dukungan
fisik lainnya serta kesamaan diantara pemimpin sebagai komunikator dengan
khalayaknya. Kredibilitas menurut Rakhmat adalah seperangkat persepsi khalayak tentang
sifat-sifat komunikator, sehingga sesungguhnya kredibilitas tidak melekat dalam
diri komunikator. Kredibilitas mencakup dua komponen yaitu keahlian dan dapat dipercaya. Keahlian adalah
kesan yang dibentuk oleh khalayak tentang kemampuan komunikator dalam
hubungannya dengan topik yang dibicarakan seperti cerdas. Mampu, ahli,
berpengalaman atau terlatih. Sedangkan kepercayaan adalah kesan khalayak
tentang komunikator yang berkaitan dengan wataknya seperti jujur, bermoral, tulus,
adil, sopan dan sebagainya.[3]
Faktor
homofili atau kebersamaan komunikator dengan khalayak akan mempermudah
interaksi yang memberikan efek positif. Menurut Anwar Arifi, keakraban atau
hubungan baik antara komunikator politik dengan khalayak merupakan hal yang
penting dalam proses dan efektivitas komunikasi politik. Keakaraban ini dapat
dicapai, jika komunikator dengan khalayak dapat hidup bersama dan bermain
bersama. Hal ini dapat terwujud bila antara komunikator dengan khalayaknya
banyak memiliki kesamaan, terutama dalam hal nilai-nilai, pendidikan, status
dan sebagainya.
Tingkat
perbedaan antara komunikator dengan khalayak merupakan masalah paling menonjol
dalam komunikasi inovasi atau komunikasi yang mengharapkan perubahan atau
pembaruan. Untuk mengatasi hal tersebut, komunikator politik harus mempelajari
kerangka referensi dan kerangka pengalaman khalayak yang dikenal sebagai filter
konseptual dan berusaha menciptakan sebanyak mungkin persamaan. Dalam hal ini
komunikator harus memiliki kemampuan empati, yaitu kemampuan menempatkan diri
pada posisi diri orang lain. Empati merupakan kepribadian saat seseorang dengan
mudah menyesuaikan diri dengan kondisi, situasi dan kepribadian orang lain.[4]
C. Komunikasi Pemerintah
Daerah
Pemikiran
dasar dibentuknya pemerintahan adalah
untuk menjaga sistem ketertiban dalam masyarakat sehingga masyarakat dapat melakukan aktivitas
kehidupannya dengan baik. Pada perkembangan selanjutnya, akivitas masyarakat
semakin beragam dan meluas. Demikian pula pola hubungan dan interaksi berkembang,
sehingga berkembang juga aktivitas pemerintah menjadi pemberi pelayanan bagi
masyarakat. Komunikasi pemerintahan daerah adalah penyampain ide, program dan
gagasan pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka mencapai tujuan
daerah.
Nasib
rakyat di daaerah, lebih banyak ditentukan oleh pemimpin daerah. Karena itu
kajian tentang pemimpin daerah penting untuk dilakukan. Salah satu kajian yang
dapat dilakukan adalah melalui pendekatan komunikasi politik. Komunikasi
politik diibaratkan sebagai sirkulasi darah dalam tubuh. Bukan darahnya tapi
apa yang terkandung dalam darah itu yang menjadikan sistem politik itu hidup.[5]
Komunikasi politik mengalirkan pesan-pesan politik berupa tuntutan, protes dan
dukungan (aspirasi dan kepentingan) ke jantung (pusat) pemrosesan sistem
politik dan hasil pemoresan itu, dialirkan kembali oleh komunikasi politik.
Komunikasi
pemerintahan termasuk dalam komunikasi politik yang diartikan sebagai segala
komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut
dengan lingkungannya. Menurut Dahlan komunikasi adalah unsur yang esensial
dalam demokrasi. Batasan demokrasi banyak ditentukan oleh komunikasi.
komunikasi menentukan watak dan mutu demokrasi pada suatu masyarakat.[6]
Bachtiar
Aly, menyebut komunikasi politik sebagai
proses penyampaian pesan politik dari elit politik kepada masyarakat
secara timbal balik agar pesan-pesan politik yang disampaikan memperoleh
respons yang diharapkan seperti terjadinya proses pengambilan keputusan politik
secara demokratis, transparan dan tanggung gugat (akuntabiIitas).[7]
Elit
politik dikenal dengan elit yang memegang kekuasaan politik formal dalam
negara. Menurut Suryadi, dalam komunikasi politik terjadi pola hubungan memberi
dan menerima, yang berarti bagaimana elit politik menggunakan kekuasaannya
kepada mayarakat dan bagaimana masyarakat itu menanggapi serta menerima
keinginan keinginan elit politik, begitu juga sebaliknya. Pola hubungan seperti
ini tergantung pada ideologi yang melandasi sistem politik negara yang
bersangkutan. Jika ideologinya demokratis maka komunikasi politiknya akan
demokratis pula. Dalam hal ini, elit politik ketika mempengaruhi atau
mengendalikan masyarakat tidak semata-mata mengandalkan kekuasaan formal yang
dimilikinya maupun wibawa dan pengaruhnya untuk senantiasa memaksakan kehendak
dengan cara yang bertentangan dengan norma atau etika yang berlaku dalam
masyarakat. Elit menerapkan kekuasaannya berdasarkan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat tersebut, sehingga masyarakat dapat menerima dan patuh
terhadap kekuasaan tersebut.[8]
Elit
lokal, yaitu para elit yang memerintah di tingkat daerah seperti kepala daerah
memegang peranan penting dalam komunikasi pemerintahan daerah karena dia adalah
pemimpin masyarakat di daerahnya yang harus memperjuangkan aspirasi dan
kepentingan masyarakatnya. Kepala daerah dapat juga sebagai penghubung untuk
menyerasikan kebijakan pembangunan atau kebijakan politik nasional dengan
aspirasi yang lahir dan berkembang dalam masyarakat sehingga menjadi kekuatan aktual
yang dapat mendorong laju pembangunan. Tugas yang berat ini dapat dilalui oleh
kepala daerah tentu saja jika ada keterbukaan, keadilan dan suasana dialogis
sehingga terjadi komunikasi yang seimbang antara elit daerah/kepala daerah
dengan masyarakat.
D. Problem Daerah
Seiring
dengan era desentralisasi dimana pemerintah pusat memberikan kewenangan kepada
Pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya secara mandiri, efektif dan efisien.
Maka sangat penting untuk diterapkanya penyelesaian masalah dan pengambilan
keputusan dengan mempertimbangkan partisipasi masyarakat (civil society)
sebagai salah satu prinsip dalam good 3 governance yang menjadi layak untuk
dijalankan dalam proses penangan konflik lokal.
Konflik
yang terjadi secara terus menerus menjadi acaman serius akan terjadinya
disintegrasi bangsa, sehingga
di titik yang
ekstrim dapat terjadi
pemisahan wilayah dalam suatu Negara (separatis)
dan ini mengancam keutuhan Bangsa Indonesia yang terangkum dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Selanjutnya sebagai wilayah yang memiliki potensi ekonomi dan politik yang strategis konflik dapat menjadi
penghambat pembangunan yang terjadi di daerah tersebut. Iklim usaha dan proses
pemerintahan menjadi tidak kondusif untuk dijalankan dan akan berujung pada
gagalnya pemenuhunan kesejahteraan di masyarakat.
Konflik antara suku Lampung yang notabene pribumi dengan suku Bali yang
merupakan pendatang
meletus hingga dua kali dalam setahun
terakhir (2012). Konflik pertama meletus pada
24
januari
2012 terjadi
antara Desa Kota
(Lampung) dalam dan Desa Napal (Bali) kemudian konflik yang kedua terjadi
pada 28 Oktober 2012 antara Desa Agom
(suku Lampung) dan Desa Balinuraga
(Bali). Menurut sumber
yang
diberitakan
permasalahan yang ditimbulkan
tergolong masalah yang kecil seperti masalah motor di parkiran (konflik pertama) dan diganggunya pemudi
desa agom oleh pemuda desa balinuraga sehingga menyebabkan terjatuh dari motor (konflik
kedua). Dalam
setahun
terakhir
intensitas konflik
antara kedua etnik ini
semakin meningkat. Hal ini
dapat dilihat
dari tabel berikut :
Tabel 1. Peristiwa konflik antara Suku Bali dan Lampung di Lampung Selatan
No |
Peristiwa |
Lokasi |
Waktu |
1 |
Terjadi keributan antara Desa palas Pasmah (semendo) dengan Desa Patok (Bali) dikarenakan acara organ tunggal mengakibatkan 2 luka dan 1 tewas |
Desa Palas |
7 April 2004 |
2 |
Keributan di depan Rumah saudara Misto dengan saudara Wayan Sumare akibat pelemparan, pemukulan dan pengerusakan sepeda motor milik saudara Wayan Sumare |
Desa Sidoarjo Kec. Sidomulyo |
26 juni 2005 |
3 |
Pengerusakan rumah Saudara misto yang dilakukan 100an dari desa Balinuraga |
Desa Sidoarjo Kec. Sidomulyo |
28 juni 2005 |
4 |
Terjadi keributan Warga Desa Palas Pasmah dengan Desa Bali agung disebabkan perkelahian pelajar mengakibatkan 1 orang meninggal 2 luka dan 7 rumah rusak |
Desa Palas Pasmah |
17 Desember 2012 |
5 |
Keributan Sdr.Wayan anggi pemuda desa bali pinginditan dengan warga desa Canggu kalianda akibat senggolan organ tungggal. Mengakibatkan Saudara Wayan meninggal |
Dusun Dedagu Kalianda |
25 November 2011 |
6 |
Warga Balinuraga melakukan pembakaran, belasan rumah suku Lampung terbakar. Disebabkan kerusuhan akibat orgen tunggal yang lalu |
Desa Marga Catur |
29 November 2011 |
7 |
Warga Bali Napal melakukan penyerangan terhadap desa Kota Dalam.Kemudian terjadi pembalasan oleh suku Lampung yang membakar Rumah warga bali. Pemicu kejadian merupakan Akibat masalah parkir di Pasar. |
Kec. Sidomulyo |
22 Januari 2012 |
8 |
Pemuda desa Balinuraga melakukan kerusuhan di depan masjid saat umat muslim sedang takbiran di masjid |
Sidoharjo kec. Way Panji |
10 Agustus 2012 |
9 |
Kerusuhan hebat antara Suku Bali dengan Suku lainnya yang mayoritas Lampung yang mewaskan 12 korban jiwa (3 Suku Lampung dan 9 suku Bali) yang disebabkan keusilan Pemuda Suku Bali |
Balinuraga kec. Way Panji |
29 Oktober 2012 |
Sumber : Kajian Akademik Kodim 0421 Lampung Selatan Bulan Mei 2012
Permasalahan
yang ada di Lampung Selatan umumnya bersumber dari masalah yang tergolong
relatif kecil namun pada kenyataanya bisa berubah menjadi perkelahian menjurus
kearah peperangan yang mengakibatkan korban jiwa. Penyelesaian masalah yang
tidak menyentuh ke akar konflik dan juga tidak adanya komunikasi yang baik dari
pemerintah dengan kepala adat setempat maupun dengan masyarakat menjadi kunci
terjadinya akumulasi masalah yang diakibatkan penumpukan dan pewarisan masalah.
Sehingga masalah yang kecil dapat dibesar-besarkan dengan memainkan isu
kesukuan atau etnik.
Penanganan
konflik (Resolusi konflik), baik yang melibatkan aparat pemerintah dan serta tokoh-tokoh yang ada di Lampung Selatan
dirasa belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari gagalnya proses mediasi yang
dilakukan sehingga mengakibatkan eskalasi konflik makin meluas. Variabel yang
dipergunakan untuk mengurangi
eskalasi konflik adalah
dengan melakukan komunikasi
dengan kepala adat setempat dan juga masyarakat dari masing-masing suku dan
juga melakukan perjanjian yang melibatkan pihak ketiga, agar kelompok yang
sebelumnya tidak mau diajak perundingan kemudian mempertimbangkan pihak ketiga
sebagai instrumen yang bisa menyelesaikan masalah bersama. Pada saat pasca
konflik baik konflik yang terjadi di awal tahun 2012 dan di penghujung tahun
2012 menghasilkan apa yang di sebut dengan “Piagam Perdamaian” sebagai
instrumen penyelesaian konflik. Tetapi pada kenyataan secarik kertas sakti
tersebut (Piagam Perdamaian) tidak mampu menyelesaikan masalah begitu saja sehingga
menghasilkan piagam perdamaian kembali pasca konflik di ujung tahun 2012.
Pada
awal tahun 2013 Pemerintah setempat bersama aparat keamanan menggulirkan program
Rembug Pekon. Rembug
pekon sejatinya merupakan pelembagaan negoiasi yang bersifat
kekeluargaan. Negoisiasi yang digunakan sebagai alat untuk
menyelesaikan konflik yang terjadi di
lapangan. Hal yang penting untuk dikritisi dari program ini
ialah sejauh mana legitimasi aktor aktor yang
terlibat dalam kelembagaan
rembug pekon baik dari elemen pemerintah maupun masyarakat
seperti tokoh adat, tokoh agama, pemuda dan yang lainya bisa diterima oleh
semua pihak terutama pihak yang berkonflik sehingga konflik di daerah
tersebut tidak terulang
kembali.[9]
E.
Bertukar
Pandangan
Bertukar
pandangan atau dialog merupakan salah satu bentuk tradisi masyarakat lokal yang
masih banyak digunakan seperti di Sumatera Barat, Riau, dan daerah lain.
Kearifan lokal dalam masyarakat dalam bentuk dialog memperlihatkan nilai-nilai kejujuran, kebersamaan, integirtas
dan lain sebagainya. Martin Buber
memandang dialog sebagai inti komunikasi. Menurutnya dialog merupakan hubungan
Saya-Anda (I-Thou), yaitu manusia dengan manusia, yang ditandai dengan
kebersamaan, keterbukaan hati, kelangsungan, kejujuran, spontanitas,
keterusterangan, tidak pura-pura, tidak manipulatif, kerukunan, intensitas dan
cinta kasih dalam arti bertanggung jawab kepada orang lain. Dialog berbeda
dengan komunikasi Saya-Benda (I-It) atau komunikasi monologis yang
ditandai dengan cinta diri, penipuan, kepura-puraan, kelicikan, dominasi,
eksploitasi dan manipulasi. Dalam menangani berbagai persoalan di daerah,
komunikasi pemerintahan daerah dalam bentuk komunikasi dialogis hendaknya lebih
banyak dilakukan untuk memberikan pemahaman tentang suatu masalah kepada
masyarakat dan cara-cara yang ditawarkan untuk mengatasi masalah tersebut.
Selain itu, bentuk dialogis yang menghasilkan komunikasi dua arah, sangat tepat untuk menjaring aspirasi masyarakat, dan dapat dengan cepat
mengartikulasikan aspirasi itu sehingga lebih mudah dipahami oleh pembuat
kebijakan publik.[10]
Dalam
komunikasi pemerintahan daerah, dialog mensyaratkan bahwa kepala daerah
menempatkan diri dalam posisi pengambil peran yang baik untuk memahami berbagai
makna yang terdapat dalam dunia simbolik rakyat, tidak memaksakan “kebenaran”
atau pendapatnya sendiri kepada masyarakat.[11]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Komunikasi
pemerintahan hendaknya dapat menyesuaikan dengan perkembangan pemerintahan yang
saat ini berubah, dari government (penyelenggaraan pemerintahan) ke governance.
Dalam hal ini terjadi perubahan interaksi dari kekuasaan dan kontrol
menjadi pertukaran informasi, komunikasi dan persuasi dengan penyediaan
informasi kepada masyarakat untuk dapat
mengawal pemerintahan.
Dalam
mewujudkan tata kelola (governant), kepercayaan merupakan faktor
penting. Ketika masyarakat semakin skeptis dengan pemerintahan, maka komunikasi
pemerintahan yang berbasis kearifan lokal harus diperkuat untuk menjaga
kepercayaan.
Komunikasi
pemerintahan daerah yang dilakukan pemimpin daerah janganlah dianggap sebagai
obat mujarab dalam mengatasi persoalan-persoalan di daerah. Komunikasi tanpa
memperdulikan persoalan-persoalan yang mendasar dalam masyarakat dan tidak
dilakukan berdasarkan kearifan lokal dari daerah tersebut, tidak akan
memberikan hasil yang diharapkan. Sebagai contoh, terjadinya konflik di
berbagai daerah memerlukan perhatian oleh kepala daerah, persoalan konflik yang
dipicu oleh konflik etnik, perbedaan suku maupun adat hendaknya dapat dicarikan
jalan keluarnya. Persoalan konflik yang terjadi sangatlah kompleks karena tidak
hanya menyangkut persoalan politik semata, tetapi juga persoalan ekonomi,
sosial, dan budaya. Komunikasi
pemerintahan daerah berbasis kearifan lokal yang dilakukan oleh pemimpin
daerah dapat membantu atau memberikan kontribusi untuk mempercepat penyelesaian
masalah-masalah di daerah.
DAFTAR
PUSTAKA
Alfian. 1993. Komunikasi
Politik dan Sistem Politik Indonesia. Jakarta: Gramedia.
Aly, Bachtiar. 2010. “Komunikasi Politik sebagai Penjuru
Penyelesaian Konflik dan Mengoptimalkan Sinergitas Hubungan Pusat dan Daerah”. Makalah.
Seminar Nasional di UMB Jakarta. 15 Mei 2010.
Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi
Politik:Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi
dan Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Buber, Martin. 1970. I and Thou. New
York: Charles Scribner’s Sons.
Dahlan, M. Alwi. 1999. “Teknologi Informasi
dan Demokrasi”. Jurnal ISKI No. 4
Oktober.
Mulyana, Deddy. “Merancang Peran Baru Humas dalam Pengembangan
Otonomi Daerah” dalam Jurnal Komunikasi Mediator Volume 2 Nomor 1 Tahun 2001.
Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Psikologi
Komunikasi.Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryadi, Samsu. 1993.”Elit Politik dalam Komunikasi Politik di
Indonesia” dalam Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta: Gramedia.
[1] .Erliana
Hasan, Komunikasi Politik, (Bandung:PT.
Refika aditama,2010), hlm. 95
[2] . Jurnal Andy Corry Wardani, Komunikasi Pemerintah Daerah Berbasis Kearifan lokal. hlm.3
[3] Rakhmat, Jalaluddin. 1991. Psikologi Komunikasi.Bandung: Remaja Rosdakarya,.hlm.254-257
[4] Arifin, Anwar. 2003. Komunikasi Politik:Paradigma, Teori, Aplikasi, Strategi dan Komunikasi Politik Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Hlm 16
[5] Alfian. 1993. Komunikasi Politik dan Sistem Politik Indonesia.
Jakarta: Gramedia. Hlm 55
[6] Dahlan, M. Alwi. 1999. “Teknologi Informasi dan Demokrasi”. Jurnal ISKI No. 4 Oktober.
[7] Aly, Bachtiar. 2010. “Komunikasi Politik sebagai Penjuru
Penyelesaian Konflik dan Mengoptimalkan Sinergitas Hubungan Pusat dan Daerah”. Makalah. Seminar Nasional di UMB Jakarta. 15 Mei 2010.
[8] Suryadi, Samsu. 1993.”Elit Politik dalam Komunikasi Politik di Indonesia” dalam Indonesia dan Komunikasi Politik. Jakarta: Gramedia.
[9] . ( Pelu, 2012)
hlm 103
[10] Buber, Martin. 1970. I and Thou. New York: Charles
Scribner’s Sons.
[11] .Deddy Mulyana, “Merancang Peran Baru HumasDalm Pengembangan Otonomi Daerah”, dalam Jurnal komunikasi Mediatot Vol. 2 No.1 Tahun 2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar